Berita

Prita Mulyasari

On The Spot

Laporkan ke Bos Dulu, Baru Beritahu Suami

Ke Rumah Prita Mulyasari Pasca Vonis MA
SELASA, 12 JULI 2011 | 07:32 WIB

RMOL. Prita Mulyasari baru saja kembali ke meja kerjanya di Menara Riverside, Pluit, Jakarta Utara setelah menunaikan shalat Dzuhur. Jam di dinding menunjukkan pukul 13.00 WIB, Jumat (8/7). Masih tersisa 30 menit waktu istirahat.

Tiba-tiba telepon genggam pe­rem­puan berkerudung itu ber­dering. Panggilan datang dari Slamet Yuwono, pengacara Prita.

“Saya dapat informasi dari teman-teman media dan menge­cek sendiri di website MA, hakim kasasi memvonis bersalah Anda dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni,” kata Slamet di seberang telepon.

Mendengar kabar itu, Prita langsung lemas. Tanpa terasa air matanya mengalir. Pembicaraan telepon itu pun terhenti.

Sambil menyeka air mata de­ngan tisu, ia berjalan menuju ruang atasannya. Kepada sang bos, Prita memberitahukan baru saja menerima kabar bahwa Mah­kamah Agung (MA) mem­vo­nisnya bersalah.

Pada kesempatan itu Prita juga meminta izin untuk mengurus per­karanya. “Alhamdullilah ata­san memberikan izin kalau saya nanti harus mengurus ini-itu. Tapi tetap saya upayakan bekerja,” kata Pria.

Orang kedua yang diberitahu Prita adalah suaminya, Andi Nug­roho. Sama seperti Prita, Andi pun kaget mendengar kabar itu. “Sua­mi saya bingung, kok bisa ya? Percaya nggak percaya,” kata Prita.

Belum hilang kebingungan sang suami, Prita meminta izin mengakhiri pembicaraan karena hendak melanjutkan kerja.

Pembicaraan antara suami-istri itu baru berlanjut setelah Prita pulang ke rumahnya di Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan pukul 7 malam.

MA memutuskan menerima ka­sasi yang diajukan jaksa pe­nun­tut umum (JPU). Prita pun di­nyatakan bersalah mencemarkan RS Omni Internasional, Alam Su­tera, Tangerang Selatan lewat tulisannya di internet.

Ibu tiga anak ini lalu dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun.

Walaupun hanya dikenakan hukuman percobaan, Prita tetap ter­ancam masuk penjara. “Dia akan menjalankan (kurungan) 6 bu­lan kalau dalam masa satu ta­hun itu dia melakukan tindak pi­dana. Itu maksud percobaan,” jelas Salman Luthan, hakim agung yang menangani perkara itu.

Kendati Prita tak perlu masuk bui, pengacaranya Slamet Yu­won­o tetap menyesalkan putusan itu. Dengan adanya putusan itu Prita telah dicap bersalah atau jadi terpidana karena menulis keluh-kesah lewat e-mail.

Padahal, dalam perkara perdata MA yang diketok Oktober 2010 menyatakan Prita tak bersalah sehingga terbebas dari membayar ganti-rugi Rp 204 juta.

Slamet akan menempuh upaya hukum terakhir untuk mem­be­bas­kan Prita, yakni peninjauan kembali (PK). “Setelah mene­ri­ma salinan putusan dari MA, ka­mi langsung mengajukan PK.”

Putusan MA yang meme­nangkan Prita dalam perkara per­data akan dijadikan novum (bukti baru) dalam pengajuan PK.

Dalam PK itu, Slamet akan mem­beberkana telah terjadi ke­khilafan majelis hakim karena menghukum Prita. Sebab, per­kara yang sama memiliki dua pu­tus­an yang bertolak belakang.

Slamet berharap salinan pu­tusan MA itu segera sampai ke ta­ngannya agar pihaknya bisa mempersiapkan PK. Putusan MA yang menyatakan Prita bersalah diketok 30 Juni 2011. “Sesuai aturan, dalam waktu 14 hari harus sudah diserahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang.” Dari penga­dil­an, putusan itu akan disam­paikan lagi ke JPU dan pihak Prita.

Pihak kejaksaan belum me­nentukan sikap atas keluarnya pu­tusan ini. Sama seperti pengacara Prita, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tangerang, Chaerul Amir juga menunggu turunnya salinan putusan MA. “Setelah me­nerima dan mempelajari isi putusan itu, kami baru meng­ambil sikap,” katanya. “Mudah-mudahan minggu ini diterima.”

Apakah Prita tak perlu di­penjara? Chaerul Amir ogah ber­komentar soal itu. “Kan bisa saja (kasasi) diterima semuanya atau sebagian. Ini yang kami belum tahu. Makanya kami baru meng­ambil sikap setelah menerima dan mem­pelajari putusan,” tutupnya.

Anak-anak Dilarang Nonton Televisi

Prita Mulyasari tinggal di rumah di Jalan Kucica, Blok JG 8 nomor 3, Bintaro, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.

Kemarin, Rakyat Merdeka me­ngunjungi kediamannya. Rumahnya dicat putih. Di keliling pagar yang ditumbuhi tanaman setinggi satu meter.

Gerbang rumah terletak di sisi kanan. Di belakangnya terdapat carport yang dinaungi kanopi. Tempat parkir mobil itu kosong.

Pintu rumah diketuk. Muncul pria yang memperkenalkan diri sebagai Arif Danardono, kakak kandung Prita. Kata dia, Prita tak ada di rumah lantaran se­dang bekerja. “Yang ada di ru­mah ini hanya saya dan pem­bantu rumah tangga yang mera­wat tiga anak Prita.”

Prita memiliki tiga anak yakni Khairan Ananta Nugroho (5), Ranaria Puandita (3) dan Syarif yang baru genap setahun pada 21 Juli nanti.

Arif diminta Prita untuk men­jaga anak-anak selama dia be­kerja. “Prita khawatir dengan kondisi anak-anaknya yang mu­lai tahu masalah yang me­nerpa ibunya. Anaknya sering nangis dan gelisah bila ditinggal pergi terlalu lama ibunya,” katanya.

Untuk mengelabui anak-anak, Arif mengajak main se­peda atau mobil-mobilan. Anak-anak juga tidak diperbolehkan nonton televisi. “Saya khawatir kalau anak-anak nonton televisi bisa tahu masalah yang dihadapi ibunya,” katanya.

Menurut Arif, setelah men­dengar kabar keluarnya putusan MA, Prita terlihat gelisah. Ia lalu mengajak suaminya pergi me­nenangkan diri. “Ketiga anak­nya ditinggal semua di ru­mah. Saya nggak tahu mereka pergi ke mana, tapi Minggu dini harinya dia sudah pulang ke rumah.”

Prita memang menyembu­nyi­kan kabar itu dari ketiga anak­nya. “Mereka belum me­ngerti apa-apa. Nanti kalau sudah besar saya akan ceritakan apa yang saya alami sekarang.”

Kasus yang mendera Prita mendapat perhatian luas. Aksi “Koin untuk Prita” pun diga­lang setelah tersiar kabar ibu tiga anak itu harus membayar ganti-rugi Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional.

Koin yang terkumpul ber­jumlah Rp 800 juta. Menurut Prita, uang itu sudah disum­bang­kan kepada yang lebih ber­hak. Sebagian diberikan kepada korban letusan Gunung Merapi. “Saya ikut dalam memberikan sum­bangan itu dan bertemu de­ngan para korban bencana Gunung Merapi.”

Sisanya diberikan kepada yayasan yatim piatu dan kaum dhuafa. “Saya yakin uang dari ma­syarakat itu jatuh kepada orang-orang yang tepat,” ujarnya.

Prita sangat berterima kasih kepada masyarakat yang men­dukungnya secara moral dan ma­teriil. “Sepertinya tidak cu­kup hanya berterima kasih, du­kungan itu sangat berarti bagi saya dan keluarga.”   [rm]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Aceh Selatan Terendam Banjir hingga Satu Meter

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:58

Prabowo Bertemu Elite PKS, Gerindra: Dukungan Moral Jelang Pelantikan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:39

Saham Indomie Kian Harum, IHSG Bangkit 0,54 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:26

Ini Alasan Relawan Jokowi dan Prabowo Pilih Dukung Rido

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:19

Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Ukir Sejarah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:54

Pensiun Jadi Presiden, Jokowi Bakal Tetap Rutin Kunjungi IKN

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:42

Sosialisasi Golden Visa Bidik Top Investor di Bekasi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:31

Soal Kasus Alex Marwata, Kapolda Metro: Masalah Perilaku Kode Etik yang Jadi Pidana

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:26

Kontroversi Gunung Padang: Perdebatan Panjang di Dunia Arkeolog

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:20

ASDP Ajukan Praperadilan Buntut Penyitaan Barbuk, KPK Absen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:17

Selengkapnya