RMOL. Kota Jakarta kian padat saja. Permukiman kumuh yang ada di setiap sudut ibukota, bukan pemandangan baru lagi. Kebutuhan rumah susun (rusun) makin mendesak dan harus jadi prioritas pemerintah provinsi (Pemprov). Khususnya bagi warga Jakarta berpenghasilan menengah ke bawah.
Karena itu, perlu upaya perÂcepatan pembangunan rusun, baik rusun milik maupun sewa yang tidak jauh dari pusat aktiÂvitas. Hal ini sesuai Undang-UnÂdang (UU) Nomor 16 tahun 1985 tenÂtang rumah susun.
Hal itu anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta MuÂhammad Sanusi dalam dialog inÂteraktif dengan masyarakat di JaÂkarta Pusat, baru-baru ini.
MeÂnurut Sanusi, pembangunÂan rusun bisa dilakukan, jika guÂbernur beÂrani menata kota yang padat dan kumuh ini.
“Kebijakan ke depan harus berÂtujuan menÂdorong percepatan pemÂbaÂngunan rumah susun di kawasan perkotaan,†katanya.
Sanusi menyatakan, kebiÂjakan sektor perumahan masih seÂring dipandang sebagai sektor konÂsumsi rumah tangga dan menÂjadi beban sosial serta diÂnilai tidak produktif. Sehingga maÂsalah peÂrumahan tidak perÂnah menÂjadi pilihan strategis dalam kebijaÂkan publik. Padahal, kebuÂtuhan peruÂmahan sangat menÂdesak dan haÂrus direaliÂsasikan.
Anggota Komisi D DPRD lainnya, Hasbiallah Ilyas mengaÂtaÂkan, pembangunan perumahan meruÂpakan permasalahan yang sangat komÂpleks. Karena tidak hanya meÂnyangkut masalah fisik ruÂmah, tetapi terkait sektor yang amat luas dalam pengadaannya. Misalnya pertanahan, industri dan bahan bangunan, lingkungan hidup dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan rumah yang berkembang saat ini, jeÂlas Ilyas, pembiayaanya hanya terÂbaÂtas pada bentuk-bentuk pasar forÂÂmal bagi golongan menengah ke atas yang jumlahnya mencaÂpai makÂÂsimal 20 persen.
“Bentuk-benÂÂÂtuk kredit dan bantuan subsidi unÂtuk golongan menengah ke baÂwah masih saÂngat terbatas,†tuturnya.
Anggota Komisi D MuhamÂmad Guntur menyatakan, pada dasarnya kebiÂjakan percepatan pemÂbangunan rusun di kawasan perÂkotaan dilatari ketersediaan lahan perkotaan yang sangat terÂbatas. Sehingga, perumahan baru layak huni bagi masyarakat berÂpengÂhasilan rendah cendeÂrung menÂjauh dari perkotaan.
Selain itu, kata Guntur, pada dasarnya permasalahan kota adaÂlah permasalahan tata ruang. PeÂruntukan lahan kota di Jakarta, selama ini lebih diutamakan unÂtuk kegiatan yang bernilai ekoÂnomis dan produktif, seperti perÂkantoran dan pusat perbelanÂjaan.
“SeÂhingÂga dampak keterÂbaÂtasan lahan adalah munculnya permuÂkiman kumuh dan ilegal,†terang Guntur
Salah seorang anggota masyaÂraÂkat yang hadir dalam dialog, Heru Susilo berharap, pembaÂnguÂnan rusun untuk warga kuÂrang mampu seperti dirinya bisa terÂreaÂlisasi. “Saya berharap ruÂsun diÂbangun lebih banyak, agar keÂbutuhan perumahan untuk kami terpenuhi,†pintanya.
Pengamat tata ruang dari UniÂversitas Trisakti Nirwono Joga berpendapat, pereÂmajaan kawasÂan padat penduduk serta rusun bisa menjadi soÂlusi. Kebijakan itu juga bisa menguÂrangi terjaÂdinya kebakaran.
Dia mendesak konsep perÂbaiÂkÂan permukiman ini dimaÂsukkan dalam Rencana Tata Ruang WiÂlayah (RTRW) DKI Jakarta 2010-2030 yang tengah dibahas saat ini.
Hanya di Jaktim dan JakutDemi memenuhi kebutuhan ruÂmah tinggal bagi warga kurang mamÂpu, Pemerintah Provinsi (PemÂprov) DKI Jakarta sudah meÂnyiapkan rumah susun (ruÂsun). Hal itu dikatakan Kepala DiÂnas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta Agus Subardono.
Pembangunan 11 blok rusun oleh Pemprov DKI itu, jelasnya, ditargetkan dapat teÂrisi penuh hingga akhir 2011.
Menurut Agus, 1.100 unit rusun sudah siap digunakan untuk meÂÂnampung warga. “Saat ini maÂsih pemasangan listrik dan inÂstaÂlasi air agar dapat diguÂnakan,†kata Agus.
Rusun yang ada di JaÂkarta, lanjutnya, sebagian diÂbangun dengan dana APBD dan APBN. Rusun yang dibiayai APBN sebanyak 25 blok. NaÂmun hingÂga kini belum diseÂrahterimakan, sehingga belum bisa digunakan. “Yang siap huni baru milik pemÂprov,†imbuhnya.
Dijelaskan Agus, lokasi rusun tidak menyebar di semua wilaÂyah kota yang ada di Jakarta. TaÂpi hanya di Jakarta Timur (JakÂtim) dan Jakarta Utara (Jakut).
Warga yang akan masuk ke rusun akan diinventarisir terleÂbih daÂhulu. Hanya yang memiÂliki KTP DKI Jakarta yang bisa menemÂpati, agar beÂnar-benar tepat saÂsaran.
â€Tidak sembarangan maÂsuk. Tapi saya belum punya data beÂrapa banyak yang akan meÂnemÂÂpati rumah susun ini,†terang Agus.
Dia menyebutkan, rusun ini tidak hanya difokuskan mereloÂkasi warga yang berada di tepi rel. Namun, diperuntukkan bagi warÂga DKI lainnya yang tidak memÂpunyai rumah tinggal. TerÂseÂdianya rusun ini juga untuk meÂngentaskan RW kumuh di ibuÂkota. Dari 2.694 RW di JaÂkarta, 416 RW di antaranya terÂmasuk RW kumuh.
[rm]