Berita

Adhie M Massardi

Survei yang Membuai

Oleh Adhie M. Massardi
RABU, 29 JUNI 2011 | 10:44 WIB

KAS negara tempat rakyat menyimpan uang dibobol perampok intelektual lewat rekayasa bailout Bank Century. Tercatat sekurang-kurangnya Rp 6,7 trilyun uang rakyat raib tak tentu rimbanya. Pansus Hak Angket yang dibentuk DPR mengendus ada beberapa nama terlibat aktif dalam perampokan itu.

Wakil Presiden Boediono, Menkeu (waktu itu) Sri Mulyani, penanggungjawab LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) Darmin Nasution, dan beberapa nama dari Ring 1 Istana Presiden Yudhoyono dinyatakan sebagai orang-orang yang patut bertanggungjawab. Hatta Radjasa (waktu itu Mensetneg), arsitek Perppu No 4 Tahun 2008 yang menjadi acuan hukum perekayasaan bailout haram itu, memang tidak disebut-sebut.

Rezim Yudhoyono pun gonjang-ganjing oleh tekanan publik dan politik dari Senayan. Tiga institusi hukum (Polri, Kejaksaan dan KPK) diberi mandat DPR untuk menuntaskan persoalan hukum di balik rekayasa bailout Bank Century.

Tapi sekonyong-konyong, muncul lembaga survei yang secara kilat memantau reaksi publik atas kejahatan keuangan terbesar sejak Orde Baru. Hasilnya? Publik masih menempatkan posisi rezim Yudhoyono di atas 50 persen. "Posisi SBY masih kuat," komentar seorang analis dari lembaga survei itu.

Akibatnya, tiga institusi hukum yang dikasih mandat rakyat untuk menguak kejahatan keuangan itu tampak tertegun. Mereka lalu jalan di tempat. Bulan-bulan berikutnya, mereka membatu menghadapi kekuatan politik besar yang membekingi para pelaku skandal rekayasa bailout Bank Century itu.

Di lain waktu, terkuak adanya Mafia Pajak yang merugikan negara hingga trilyunan rupiah. Gayus Tambunan, salah satu pion Mafia Pajak yang terjaring hukum, bukannya menjadi pesakitan yang bisa menuntun ke pusat Mafia Pajak. Malah jadi selebriti baru yang bisa pergi ke mana suka, dari balik terali besi.

Maka tak heran bisa Pansus Hak Angket untuk membongkar Mafia Pajak tewas sebelum berkembang. DPR gagal menyelenggarakannya. Partai Demokrat, partai milik Presiden Yudhoyono yang mayoritas di parlemen, berhasil menggagalkan upaya memerangi para mafioso di sektor pajak.

Tapi lagi-lagi, muncul lembaga survei yang tetap secara sekonyong-konyong, mengumumkan hasil jajak pendapatnya. "Popularitas SBY masih dominan," kata sang analis survei. Dan seperti tersihir, seluruh rakyat Indonesia hanya bisa manggut-manggut. Membuat Gayus Tambunan jadi tetap nyaman.

Ketika Muhammad Nazaruddin yang "menteri keuangan" Partai Demokrat binaan Presiden Yudhoyono terlibat kasus penyuapan di kantor Menpora Andi Mallarangeng, kemudian raib dari wilayah yuridiksi Republik Indonesia sambil mengejek KPK serta DPR tempat dia beraksi di pentas politik, masyarakat semakin geram pada rezim yang pernah berjanji "katakan TIDAK pada korupsi" itu.

Benar, skandal yang kemudian membongkar politik perampokan APBN ini juga mendorong lembaga survei melakukan aksinya. "Popularitas SBY untuk pertama kalinya berada di bawah 50 persen," kata sang analis.

Memang sungguh menakjubkan dunia politik dan hukum kita sekarang ini. Segala sesuatu hanya diselesaikan lewat survei. Kejahatan korupsi, kejahatan politik, yang dilakukan penguasa diselesaikan dengan menggelar hasil survei.

Bahkan pembiaran yang dilakukan pemerintah atas Ruyati, TKI yang dipancung di Arab Saudi, hanya dihukum dengan hasil survei yang angkanya di bawah 50 persen. Fakta hasil survei ini kita sepakati sebagai hukuman atas kegagalan pemerintah melindungi warga negaranya, sebagaimana amanat Konstitusi.

Lalu di mana moral politik kita? Di mana moral hukum kita? Di mana moral para penguasa kita? Dan di mana pula moralitas kalangan intelektual kita, yang telah menggadaikan ilmu (riset dan survei) untuk kesenangan dan kememawahan hidupnya?

Lalu di mana kita menempatkan diri kita, sebagai rakyat Republik Indonesia?

Survei memang membuai. Tapi nasib bangsa ini tetap harus ditaruh di atas segala yang membuai...! [***]


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya