Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi
RMOL.Kepolisian membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi. Komisi Yudisial pun mendorong Mahkamah Agung agar mencoret nama kandidat hakim yang diidentifikasi terkait pemalsuan surat putusan tersebut.
Nama calon hakim yang terkait kasus ini adalah Masyhuri Hasan. Namanya jadi populer setelah disebut oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan SekÂjennya, Janedjri M Gaffar di DPR. Masyhuri kini terancam dicoret dari daftar seleksi hakim.
Ketua MA Harifin Tumpa meÂngatakan, pihaknya sedang meÂngumpulkan data seputar dugaan pelanggaran kinerja calon hakim yang sedang diseleksinya. KhuÂsus terhadap Masyhuri, MA meÂnyelidiki kaitannya dengan duÂgaan pemalsuan surat palsu pada Agustus 2009.
Yang dimaksud Tumpa adaÂlah kaitan Masyhuri sebagai peÂnyuÂÂsun surat 14 Agustus 2009, yang mengakibatkan Dewi Yasin LimÂpo lolos ke kurÂsi DPR. BelaÂkaÂngan, surat asli dari Mahkamah Konstitusi tanggal 17 Agustus, justru meÂmeÂnangkan kursi untuk caÂleg dari Gerindra, Mestariani Habie.
Anehnya, rapat pleno KPU menggunakan surat palsu itu sebagai dasar pengesahan kursi bagi Dewi Yasin Limpo.
“Kita akan klarifikasi dulu apakah dia (Masyhuri) memang menyembunyikan sesuatu,†ujar Harifin. Rekam jejak calon haÂkim, kata Tumpa, sangat penting ditelusuri. “Apakah ini termasuk pelanggaran hukum baik admÂiÂnisÂtratif maupun pidana, akan ditelaah,†katanya.
Menurut Tumpa, apabila hasil pemeriksaan menyimpulkan bahÂwa Masyhuri terlibat pemalsuan surat putusan, MA tidak segan-segan mencoret namanya dari dafÂtar seleksi hakim.
Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anhshori Saleh mengaÂtaÂkan, lembaganya tidak akan tingÂgal diam menanggapi dugaan peÂlanggaran calon hakim Masyhuri. Ia tidak segan meminta MA meÂninjau ulang pencalonannya.
“Kalau benar terlibat, MA bisa mencegah upayanya menjadi hakim,†ujarnya.
Apakah Komisi Yudisial bisa ikut menelusuri keterkaitan MasyÂhuri dalam perkara itu? Imam menjawab, Masyhuri beÂlum menjadi hakim, sehingga lembaganya tidak bisa ikut perÂkara tersebut.
“Kami sudah musyawarah deÂngan pimpinan. Hasilnya, lemÂbaga Komisi Yudisial tidak bisa meÂmeriksa yang bersangkutan (Masyhuri),†kata dia.
Kalau nekat memeriksa MasyÂhuri, dia khawatir KY dicap meÂlampaui kewenangannya. “Tugas kami hanya memeriksa hakim,†ujar dia.
Bagaimana proses pemeÂrikÂsaan surat palsu itu di kepolisian? Kabareskrim Komjen Ito SuÂmarÂdi mengatakan, sudah ada tim khuÂsus untuk menelurusi kasus itu. “Ketua timnya WakaÂbÂaÂresÂkrim Irjen Mathius Salempang,†kata Ito Sumardi.
Tim masih bekerja meÂngumÂpulkan bukti permulaan sebagai indikasi awal dugaan tindak piÂdana pemalsuan surat putusan MK. Bekas Kapolda Riau ini meÂngatakan, untuk mengidentifikasi keaslian surat putusan MK akan dilakukan uji forensik. “Kita juga segera memintai keterangan saksi ahli,†tambahnya.
Kuasa hukum Dewi Yasin LimÂpo, Tadjuddin Rahman meÂngaÂtakan, surat putusan MK 14 Agustus 2009, yang jadi dasar peÂnetapan kliennya sebagai angÂgota DPR bukanlah surat palsu.
Menurutnya, pada Januari 2010, kliennya pernah memÂperlihatkan dua fotokopi salinan surat putusan MK. Yang satu meÂnyatakan Dewi lolos ke DPR, lalu surat lainnya, berisi pembatalan putusan MK sebelumnya. Jadi, dia yakin kliennya duduk di kursi yang jadi haknya di DPR.
Menyeret Sejumlah Nama Beken...
Sekjen MK Djanedjri M Gaffar merinci, munculnya perkara surat putusan palsu yang menetapkan Dewi Yasin Limpo sebagai angÂgoÂta legislatif asal Dapil I Sulsel dari Fraksi Partai Hanura diawali kedatangan Masyhuri Hasan ke kediaman bekas Hakim MK ArsÂyad Sanusi, 16 Agustus 2009. KeÂdatangan Hasan dilatari perÂminÂtaan putri Arsyad, Neshawati.
“Di situ Masyhuri mengkopi file, dibuat tanggal 14 Agustus 2009 dalam sebuah file tersendiri. Substansi file tidak diubah,†ujarnya, Selasa (21/6). Masyhuri juga disebut mencetak konsep surat, memberi tanggal 14 AgusÂtus serta nomor 112 dengan tuÂliÂsan tangan.
Setelah itu, ia meÂlunÂcur ke GeÂdung MK guna mengÂadÂminisÂtrasikan surat. Karena hari libur, Sekretaris Panitera MK Alifah tidak masuk. Akhirnya, Masyhuri mengadministrasikan surat kÂeÂluar-masuk itu sendiri.
“Ia tidak punya tanda tangan Panitera MK Zaenal Arifin HoeÂsein,†jelasnya. Ia lalu menÂcanÂgÂkok komputer dan membongkar isinya. Ditemukanlah tanda taÂngan panitera MK dengan nomor file ‘TTD Panitera 0000059’. TanÂda tangan itu di-<I>scan. PinÂdaian file disimpan di USB milik Alifah. Tapi Alifah mengaku, USB rusak.
Masyhuri kembali menuju kediaman Arsyad. Di situ ada Dewi Yasin Limpo. Ia meÂnyeÂrahÂkan konsep surat ke Arsyad. SekiÂtar pukul 12.00 WIB Arsyad meÂnelepon panitera MK Zaenal Arifin Hoesein. Arsyad meÂnaÂnyaÂkan, apakah putusan Hanura adaÂlah penambahan atau tidak. DaÂlam jawabannya, panitera meÂngaÂtakan bukan penambahan.
Arsyad mengatakan, ada Caleg Dapil Sulsel I bernama Dewi YaÂsin Limpo ingin bertemu. Namun permintaan itu ditolak. Tapi maÂlam harinya Panitera MK kedaÂtaÂngan tamu Dewi Yasin Limpo di rumahnya, perumahan MK, Bekasi. Dewi memohon agar suÂrat jawaban panitera ada kata penambahan permintaan. Hal itu ditolak Panitera MK.
Pada 17 Agustus 2009 pukul 14.00 WIB, Masyhuri bertemu KeÂtua MK Mahfud MD. Ia beÂrÂkonÂsultasi perihal surat jawaban puÂtusan. Mahfud menjelaskan, surat jawaban harus berdasarkan amar putusan MK yang harus diÂkirim ke anggota KPU Andi NurÂpati. Saat itu, bersama Nalom, MasyÂhuri ke KPU. Di KPU meÂreÂka berÂtemu DeÂwi Yasin Limpo. Lalu Dewi meÂnelepon Nesha, putri Arsyad.
Miliki Kasus Sejak Lama
Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Terseretnya nama Staf Juru Panggil Mahkamah KonsÂtitusi (MK) Masyhuri Hasan daÂlam kaÂsus dokumen palsu menÂjadi tamÂparan keras bagi insÂtiÂtusi peneÂgak hukum di Tanah Air, tak terÂkecuali MahÂkamah Agung (MA).
Hal tersebut disampaikan angÂgota Komisi III DPR dari FrakÂsi Gerindra Desmond J MaÂÂhesa. Karena salah satu tugas dan peran MA mencipÂtakan haÂkim-hakim berkualitas yang meÂmiliki integritas dan track record baik.
“Kalau benar nama MaÂsyÂhuri yang sekarang sedang daÂlam proses seleksi hakim terÂliÂbat kasus pemalsuan dokumen, ini sangat aneh. Sebab baÂgaiÂmana mungkin nama yang berÂsangÂkutan bisa lolos dalam taÂhap seleksi hakim. Padahal kan jelas-jelas ia memiliki kasus seÂjak lama,†katanya kepada RakÂyat Merdeka, kemarin.
Kendati MA menyangkal kaÂlau dalam proses seleksi awal, kasus pemalsuan dokumen beÂlum terungkap. Maka sekarang, menurutnya, MA harus meÂngamÂbil langkah tegas terhadap orang tersebut.
“Misalnya dalam kasus HaÂkim Syarifuddin yang diduga meÂlanggar kode etik, MA langÂÂÂsung melakukan penonÂakÂtifan meskipun status hukum belum tetap. Hal inilah yang menurut saya juga harus dilaÂkuÂkan MA terhadap Masyhuri Hasan ini,†ujarnya.
Status Masyhuri sebagai caÂlon hakim, sambungnya, haÂrus segera dipertegas demi menÂjaga nama baik MA. JaÂngan biarÂkan kasus ini berÂgulir tanpa langkah kongkrit dari MA.
DiyaÂkini, ketegasan sikap MA dalam menindak calon haÂkim terÂsebut bisa memiÂnimaÂlisasi peÂnilaian yang selama ini cenÂderung menÂdelegitimasi lemÂbaga pimÂpinan Harifin TumÂpa tersebut.
Ia menilai langkah Komisi YuÂÂdÂisial (KY) yang tidak meÂngamÂÂbil sikap untuk menyeleÂsaikan kasus ini sudah tepat. Karena sambungnya, tugas KY adalah mengawasi periÂlaku hakim.
“Dalam kasus dokumen palsu ini, Masyhuri Hasan terliÂbat seÂbelum dirinya menjabat sebagai hakim. Jadi biarlah ini menjadi keÂwenangan MA unÂtuk meÂnyeÂlesaikannya,†ujar bekas SekÂreÂtaÂris Fraksi GeÂrinÂdra ini. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19
Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54