Berita

Mahkamah Konstitusi

X-Files

Pemalsu Surat Dicoret dari Seleksi Hakim

Skandal Putusan di Mahkamah Konstitusi
SENIN, 27 JUNI 2011 | 05:14 WIB

RMOL.Kepolisian membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi. Komisi Yudisial pun mendorong Mahkamah Agung agar mencoret nama kandidat hakim yang diidentifikasi terkait pemalsuan surat putusan tersebut.

Nama calon hakim yang terkait kasus ini adalah Masyhuri Hasan. Namanya jadi populer setelah disebut oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Sek­jennya, Janedjri M Gaffar di DPR. Masyhuri kini terancam dicoret dari daftar seleksi hakim.

Ketua MA Harifin Tumpa me­ngatakan, pihaknya sedang me­ngumpulkan data seputar dugaan pelanggaran kinerja calon hakim yang sedang diseleksinya. Khu­sus terhadap Masyhuri, MA me­nyelidiki kaitannya dengan du­gaan pemalsuan surat palsu pada Agustus 2009.

Yang dimaksud Tumpa ada­lah kaitan Masyhuri sebagai pe­nyu­­sun surat 14 Agustus 2009, yang mengakibatkan Dewi Yasin Lim­po lolos ke kur­si DPR. Bela­ka­ngan, surat asli dari Mahkamah Konstitusi tanggal 17 Agustus, justru me­me­nangkan kursi untuk ca­leg dari Gerindra, Mestariani Habie.

Anehnya, rapat pleno KPU menggunakan surat palsu itu sebagai dasar pengesahan kursi bagi Dewi Yasin Limpo.

“Kita akan klarifikasi dulu apakah dia (Masyhuri) memang menyembunyikan sesuatu,” ujar Harifin. Rekam jejak calon ha­kim, kata Tumpa, sangat penting ditelusuri. “Apakah ini termasuk pelanggaran hukum baik adm­i­nis­tratif maupun pidana, akan ditelaah,” katanya.

Menurut Tumpa, apabila hasil pemeriksaan menyimpulkan bah­wa Masyhuri terlibat pemalsuan surat putusan, MA tidak segan-segan mencoret namanya dari daf­tar seleksi  hakim.

Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anhshori Saleh menga­ta­kan, lembaganya tidak akan ting­gal diam menanggapi dugaan pe­langgaran calon hakim Masyhuri. Ia tidak segan meminta MA me­ninjau ulang pencalonannya.

“Kalau benar terlibat, MA bisa mencegah upayanya menjadi hakim,” ujarnya.

Apakah Komisi Yudisial bisa ikut menelusuri keterkaitan Masy­huri dalam perkara itu? Imam menjawab, Masyhuri be­lum menjadi hakim, sehingga lembaganya tidak bisa ikut per­kara tersebut.

“Kami sudah musyawarah de­ngan pimpinan. Hasilnya, lem­baga Komisi Yudisial tidak bisa me­meriksa yang bersangkutan (Masyhuri),” kata dia.

Kalau nekat memeriksa Masy­huri, dia khawatir KY dicap me­lampaui kewenangannya. “Tugas kami hanya memeriksa hakim,” ujar dia.

Bagaimana proses peme­rik­saan surat palsu itu di kepolisian? Kabareskrim Komjen Ito Su­mar­di mengatakan, sudah ada tim khu­sus untuk menelurusi kasus itu. “Ketua timnya Waka­b­a­res­krim Irjen Mathius Salempang,” kata Ito Sumardi.

Tim masih bekerja me­ngum­pulkan bukti permulaan sebagai indikasi awal dugaan tindak pi­dana pemalsuan surat putusan MK.  Bekas Kapolda Riau ini me­ngatakan, untuk mengidentifikasi keaslian surat putusan MK akan dilakukan uji forensik. “Kita juga segera memintai keterangan saksi ahli,” tambahnya.

Kuasa hukum Dewi Yasin Lim­po, Tadjuddin Rahman me­nga­takan, surat putusan MK 14 Agustus 2009, yang jadi dasar pe­netapan kliennya sebagai ang­gota DPR bukanlah surat palsu.

Menurutnya, pada Januari 2010, kliennya pernah mem­perlihatkan dua fotokopi salinan surat putusan MK. Yang satu me­nyatakan Dewi lolos ke DPR, lalu surat lainnya, berisi pembatalan putusan MK sebelumnya. Jadi, dia yakin kliennya duduk di kursi yang jadi haknya di DPR.

Menyeret Sejumlah Nama Beken...

Sekjen MK Djanedjri M Gaffar merinci, munculnya perkara surat putusan palsu yang menetapkan Dewi Yasin Limpo sebagai ang­go­ta legislatif asal Dapil I Sulsel dari Fraksi Partai Hanura diawali kedatangan Masyhuri Hasan  ke kediaman bekas Hakim MK Ars­yad Sanusi, 16 Agustus 2009. Ke­datangan Hasan dilatari per­min­taan putri Arsyad, Neshawati.

“Di situ Masyhuri mengkopi file, dibuat tanggal 14 Agustus 2009 dalam sebuah file tersendiri. Substansi file tidak diubah,” ujarnya, Selasa (21/6). Masyhuri juga disebut mencetak konsep surat, memberi tanggal 14 Agus­tus serta nomor 112 dengan tu­li­san tangan.

Setelah itu, ia me­lun­cur ke Ge­dung MK guna meng­ad­minis­trasikan surat. Karena hari libur, Sekretaris Panitera MK Alifah tidak masuk. Akhirnya, Masyhuri mengadministrasikan surat k­e­luar-masuk itu sendiri.

“Ia tidak punya tanda tangan Panitera MK Zaenal Arifin Hoe­sein,” jelasnya. Ia lalu men­can­g­kok komputer dan membongkar isinya. Ditemukanlah tanda ta­ngan panitera MK dengan nomor file ‘TTD Panitera 0000059’. Tan­da tangan itu di-<I>scan. Pin­daian file disimpan di USB milik Alifah. Tapi Alifah mengaku, USB rusak.

Masyhuri kembali menuju kediaman Arsyad. Di situ ada Dewi Yasin Limpo. Ia me­nye­rah­kan konsep surat ke Arsyad. Seki­tar pukul 12.00 WIB Arsyad me­nelepon panitera MK Zaenal Arifin Hoesein. Arsyad me­na­nya­kan, apakah putusan Hanura ada­lah penambahan atau tidak. Da­lam jawabannya, panitera me­nga­takan bukan penambahan.

Arsyad mengatakan, ada Caleg Dapil Sulsel I bernama Dewi Ya­sin Limpo ingin bertemu. Namun permintaan itu ditolak. Tapi ma­lam harinya Panitera MK keda­ta­ngan tamu Dewi Yasin Limpo di rumahnya, perumahan MK, Bekasi. Dewi memohon agar su­rat jawaban panitera ada kata penambahan permintaan. Hal itu ditolak Panitera MK.

Pada 17 Agustus 2009 pukul 14.00 WIB, Masyhuri bertemu Ke­tua MK Mahfud MD. Ia be­r­kon­sultasi perihal surat jawaban pu­tusan. Mahfud menjelaskan, surat jawaban harus berdasarkan amar putusan MK yang harus di­kirim ke anggota KPU Andi Nur­pati. Saat itu, bersama Nalom, Masy­huri ke KPU. Di KPU me­re­ka ber­temu De­wi Yasin Limpo. Lalu Dewi me­nelepon Nesha, putri Arsyad.

Miliki Kasus Sejak Lama

Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Terseretnya nama Staf Juru Panggil Mahkamah Kons­titusi (MK) Masyhuri Hasan da­lam ka­sus dokumen palsu men­jadi tam­paran keras bagi ins­ti­tusi pene­gak hukum di Tanah Air,  tak ter­kecuali Mah­kamah Agung (MA).

Hal tersebut disampaikan ang­gota Komisi III DPR dari Frak­si Gerindra Desmond J Ma­­hesa. Karena salah satu tugas dan peran MA mencip­takan ha­kim-hakim berkualitas yang me­miliki integritas dan track record baik.

“Kalau benar nama Ma­sy­huri yang sekarang sedang da­lam proses seleksi hakim ter­li­bat kasus pemalsuan dokumen, ini sangat aneh. Sebab ba­gai­mana mungkin nama yang ber­sang­kutan bisa lolos dalam ta­hap seleksi hakim. Padahal kan jelas-jelas ia memiliki kasus se­jak lama,” katanya kepada Rak­yat Merdeka, kemarin.

Kendati MA menyangkal ka­lau dalam proses seleksi awal, kasus pemalsuan dokumen be­lum terungkap. Maka sekarang, menurutnya, MA harus me­ngam­bil langkah tegas terhadap orang tersebut.

“Misalnya dalam kasus Ha­kim Syarifuddin yang diduga me­langgar kode etik, MA lang­­­sung melakukan penon­ak­tifan meskipun status hukum belum tetap. Hal inilah yang menurut saya juga harus dila­ku­kan MA terhadap Masyhuri Hasan ini,” ujarnya.

Status Masyhuri sebagai ca­lon hakim, sambungnya, ha­rus segera dipertegas demi men­jaga nama baik MA. Ja­ngan biar­kan kasus ini ber­gulir tanpa langkah kongkrit dari MA.

Diya­kini, ketegasan sikap MA dalam menindak calon ha­kim ter­sebut bisa memi­nima­lisasi pe­nilaian yang selama ini cen­derung men­delegitimasi lem­baga pim­pinan Harifin Tum­pa tersebut.

Ia menilai langkah  Komisi Yu­­d­isial (KY) yang tidak me­ngam­­bil sikap untuk menyele­saikan kasus ini sudah tepat. Karena sambungnya, tugas KY adalah mengawasi peri­laku hakim.  

“Dalam kasus dokumen palsu ini, Masyhuri Hasan terli­bat se­belum dirinya menjabat sebagai hakim. Jadi biarlah ini menjadi ke­wenangan MA un­tuk me­nye­lesaikannya,” ujar bekas Sek­re­ta­ris Fraksi Ge­rin­dra ini. [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya