RMOL. Tidak pantas manusia yang mengaku beradab dan berakal memperlakukan tragedi atau kematian manusia lain bak guyonan.
Setujukah kita dengan apa yang terjadi di bumi negeri Paman Sam, sesaat setelah Barack Obama mengumumkan kematian Osama bin Laden di pembukaan bulan Mei kemarin? Ribuan orang di New York dan beberapa negara bagian di AS merayakan kematian Osama dengan bernyanyi-nyanyi, bersorak sorai dan memenuhi jalan-jalan besar sambil minum-minum. Terlepas dari status buronan terorisme internasional yang disandang Osama, bagaimanapun kematian adalah sebuah peristiwa duka. Mungkin tidak untuk yang mensyukurinya, tapi duka bagi keluarga dan kerabat yang mencintai.
Kasus kematian Osama yang kontroversial itu terlalu jauh untuk menjadi contoh bagi kita. Faktanya, kepergian seorang yang dikenal sebagai "pahlawan devisa" pun diperlakukan tak senonoh! Layaknya sesuatu yang penting untuk dipermainkan.
Ibu Ruyati binti Satubi, TKW Indonesia, dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi pada Sabtu (18/6). Ironis, perempuan yang berulang kali keluar masuk Arab Saudi untuk menyejahterakan keluarganya, malah wafat di pedang algojo. Lebih sadis lagi, pemerintah RI dan keluarganya tidak diberitahu dahulu oleh Saudi. Kecaman dari Tanah Air mengerang.
Namun, di tengah situasi duka penuh keprihatinan itu, timbul pikiran-pikirang iseng di antara oknum-oknum masyarakat untuk menjadikan momen duka dan ironi itu bak hal sepele, selucu dan seringan humor Tukul.
Pada Selasa (21/6), beredar pesan berantai (
broadcast message) di kalangan pemakai
blackberry sekitar petang hari. Isinya mengabarkan bahwa stasiun TV asing
Al Jazaeera menayangkan peristiwa pemancungan terhadap Ruyati oleh algojo di Arab Saudi sekitar pukul 15.30 WIB.
Menurut si pengirim pesan, dalam tayangan
Al Jazeera, Ruyati saat itu mengenakan pakaian hijau bunga-bunga dan berteriak-teriak meminta tolong ketika pedang algojo siap menebas lehernya. Namun para hadirin yang menyaksikan pemancungan malah berteriak-teriak gembira. Lalu di ujung pesan singkat itu diimbuhi sebuah kalimat kritik dan ajakan perlawanan pada pemerintah karena gagal melindungi warganya baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri.
Tentu saja, pesan berantai menimbulkan rasa penasaran bagi semua yang membacanya, apalagi kematian Ruyati adalah tragedi nasional. Tapi faktanya, tentu saja tidak pernah
Al Jazeera menayangkan rekaman eksekusi tersebut. Yang ada adalah,
Al Jazeera menayangkan pemberitaan demonstrasi yang terjadi di Jakarta mengecam pemancungan Ruyati oleh Arab Saudi. Di sela demonstrasi itu memang ada aksi teatrikal yang mendramakan peristiwa pemancungan dengan beberapa demonstran sebagai pemainnya.
Kalau yang tadi jelas tidak lucu, hari ini beredar lagi pesan berantai yang lebih "garing" sekaligus sadis. Kalangan pemakai
blackberry dikirimi pesan bertajuk "Jenazah Ibu Ruyati Setelah Dihukum Pancung". Lalu di bawah judul pesan, tercantumlah
link untuk melihat foto jenazah "Ruyati". Di akhir pesan tertulis
"Mari kita doakan semoga beliau diterima di sisi-Nya. Warning yg gak berani lihat jangan coba2 buka..."Foto yang ditampilkan link itu tentu saja bukan foto jenazah Ibu Ruyati. Tapi sosok mayat dengan badan dan kepala terpisah (diletakkan di plastik hitam) bersimbah darah dibaringkan, kemungkinan, di kamar otopsi sebuah rumah sakit.
Bayangkan rasanya hati ini kalau kita adalah anggota keluarga almarhumah Ibu Ruyati, entah suaminya, atau anak-anaknya. Apa yang terbersit di kepala? Tentu saja bukan senyum yang tersungging di mulut atau permakluman, tapi kecaman pada si pembuat pesan karena kematian orang yang dikasihinya telah dipermainkan bak guyonan...
Apakah kelakuan si pembuat pesan berantai yang demikian itu mencerminkan sifat tidak beradab atau minusnya sisi kepekaan sosial yang diidap masyarakat kita? Bukan tak mungkin Anda salah satu yang menerima pesan itu dan menganggapnya layak diberi predikat "lucu".
Jika betul demikian, alangkah ngerinya negeri koruptor ini. Di saat para elit pemerintahnya alami putus urat malu dan lebih mendewakan gengsi hingga anti meminta maaf. Apakah penyakit kelainan jiwa itu telah menular ke kalangan jelata?
Janganlah kita tertawa di atas sebuah tragedi kemanusiaan...