ILUSTRASI, illegal logging
ILUSTRASI, illegal logging
RMOL.Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menangani dugaan korupsi terkait perkara pembalakan liar. Sementara Polri, kejaksaan dan Kementrian Kehutanan (Kemenhut) mengkalim sudah menyelamatkan duit negara akibat penebangan liar senilai Rp 128,741 miliar.
Penjelasan mengenai penaÂnganan kasus korupsi akibat pemÂbalakan liar ini disampaikan WaÂkil Direktur V Tindak Pidana TerÂtentu (Wadir V-Tipiter) BaresÂkrim Mabes Polri Kombes Alek Mandalika, akhir pekan lalu.
Ketika dikonfirmasi, bekas Direktur Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda Riau tersebut mengungkap, penanganan kasus korupsi sektor kehutanan ini diÂkhuÂsuskan pada operasi pemÂbaÂlaÂkan liar alias illegal logging di seÂluruh wilayah Nusantara.
Secara spesifik, Alek tidak bisa merinci berapa total kayu hasil penebangan liar yang disita keÂpoÂlisian pada semester pertama taÂhun 2011. Namun secara keÂseÂluruhan, ia menyimpulkan, angka Rp 128,741 miliar yang diÂseÂlamatkan jajarannya diperoleh meÂlalui serangkaian operasi pembalakan liar pada kurun 2006 hingga 2010.
Diungkapkannya, serangkaian operasi yang dilaksanakan kepoÂlisian bersama jajaran Kemenhut tersebut dirangkum dalam kegiaÂtan Operasi Hutan Lestari (OHL) I dan II serta operasi rutin bersÂaÂma Polda-Polda seperti NAD, SuÂmut, Sumsel, Riau, Kaltim, KalÂbar dan Papua.
Diuraikannya, wiÂlayah Polda yang disebutkannya itu memiliki potensi dan keraÂwanan tersendiri dalam kasus penebangan liar. Ia mengklasifikasi, dari perkaÂra tindak pidana kehutanan yang diÂtangani selama lima tahun beÂlaÂkangan, aparat menyita 863.278,86 meter kubik kayu dan 1.420.977 batang kayu log atau geÂlondongan.
“Kayu-kayu yang telah disita tersebut, sebagian teÂlah dilelang dengan total hasil leÂlang Rp 128,741 miliar. KeÂsÂeÂluruhannya telah disampaikan ke Dirjen Kekayaan Negara,†tandasnya.
Saat diminta menjelaskan jumÂlah tersangka dalam kasus pemÂbaÂlakan liar yang ditindak kepoÂlisian pada kurun 2006 sampai 2010, ia mengatakan, total keÂseÂluÂruhan tersangka yang diamanÂkan mencapai 13.025 tersangka. Jumlah tersangka yang ditangkap itu masing-masing tersebar di sejumlah wilayah Nusantara.
“Perkaranya semua diserahkan ke kejaksaan untuk kemudian diproses pengadilan. Sedangkan barang bukti kayu yang disita kita lelang setelah ada putusan peÂngadilan,†tegasnya. Lelangnya sambung dia, diÂlakukan secara terbuka dan transparan.
Lalu menjawab pertanyaan seputar masih adanya tudingan seputar adanya perkara cukong kayu yang penyelidikan mauÂpun penyidikannya dihentikan keÂpoÂlisian atau di SP-3 keÂpoliÂsian, ia menepis hal tersebut. “SeÂmua diproses sesuai proseÂdur hukum yang ada.
Kalau terbukti terkait tindak pidana kita proses. Kalau terbukti melanggar peraturan tentang kehutanan maupun lingkungan hidup, kita menyerahkan penaÂngaÂnan perkaranya ke jajaran terkait lainnya,†timpalnya.
Menanggapi adanya rekomenÂdasi Satgas PMH yang meminta KPK menindaklanjuti dugaan peÂnyelewengan dalam penanganan perkara illegal logÂging, Alek meÂngaku hal itu menÂjadi keweÂnaÂngan Satgas dan KPK.
Ia meÂngeÂmukakan, seluruh rangkaian peÂninÂdakan pidana yang dilaÂkuÂkan Polri dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
Data PMH menyebutkan, akibat penerbitan SP-3 oleh Polda Riau terhadap 14 perusahaan yang diduga terlibat pembalakan liar dan menyalahi aturan tentang pemanfaatan hasil hutan pada 2008, negara diduga mengalami kerugian Rp 73, 35 triliun.
Satgas merinci, kerugian neÂgara yang diakibatkan oleh peÂngeÂlolaan hutan secara seramÂpaÂngan juga menimbulkan kehiÂlaÂngan wilayah hutan seluas 188.593 hektare dan kehilangan kayu alam sebanyak 16, 88 juta meter kubik.
Kabareskrim Komjen Ito SuÂmardi berpendapat, kalau masih ada pihak yang kecewa terhadap penanganan kasus pembalakan liar oleh kepolisian, hal itu bisa dimaklumi. Yang paling penting, tuduhan-tuduhan penyeÂleweÂngan oleh aparat kepolisian daÂlam peÂnanganan kasus ini diÂsertai bukti-bukti.
Ia menilai, penanganan perÂkara korupsi terkait peneÂbaÂngan liar menjadi salah satu hal yang meÂnemÂpati porsi prioritas.
Karena sambungnya, selain meÂÂnyalahi aturan hukum, damÂpak global akibat penebangan liar sangat besar. “Kasus penebangan liar tidak hanya berdampak pada aspek penegakkan hukum saja. Tapi sangat berkaitan dengan potensi sumber daya alam. KaÂrena itu penanganan kasus penÂeÂbangan liar selalu melibatkan tim terpadu atau gabungan dari kejakÂsaan, Kemenhut dan Lingkungan Hidup,†tegasnya.
Sementara Kahumas KPK JoÂhan Budi yang dimintai tangÂgaÂpan seputar langkah KPK dalam menindaklanjuti dugaan penyimÂpaÂngan penanganan kasus peneÂbangan liar yang disinyalir Satgas Anti Mafia Hukum, mengaku beÂlum bisa memberi tanggapan meÂngenai hal ini secara spesifik.
“Kalau laporannya sudah kita terima tentu akan ditindaklanjuti dengan langkah penyelidikan dan penyidikan,†ucapnya.
Setelah 22 Bulan, Terbit SP-3
Data Satgas PMH menyebutkan, ada pengeditan SP-3 terhadap 14 perusahaan yang terkait illegal logging di Riau. Saat KaÂpolda Riau dijabat Brigadir JenÂderal Sutjiptadidi dilÂaÂkuÂkan pemÂberÂkaÂsan 200 tersangÂka dari 14 peruÂsaÂhaan perÂkayuan di Riau.
Anehnya, seÂteÂlah 22 bulan kasus ini ditangani dan Kapolda Riau diganti, tiba-tiba keluar SP-3 terhadap 14 perusahaan yang diduga terlibat penebangan dan pemanfaatan hasil hutan secara liar di Riau.
Atas hal ini, Koalisi Anti Mafia KeÂhutanan yang terdiri dari IndoÂnesia Corruption Watch (ICW), WaÂÂhana Lingkungan Hidup (WalÂÂhi), dan Jikalahari Riau menÂdesak Satgas Pemberantasan MaÂfia Hukum (PMH) untuk meÂninÂdakÂlanjuti laporan terkait mafia keÂhuÂtanan di Riau.
Koalisi menduga pemanfaatan hutan alam melanggar ketentuan UU No.31 Tahun 1999 tentang PemÂberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dugaan adanya korupsi ini diperkuat hitung-hitungan LSM Jikalahari Riau yang meÂlansir aktifitas 14 perusahaan yang diduga terkait kasus ini meÂnimbulkan kehilangan hutan seÂluas 188.593 hektare. Atau kehiÂlaÂngan kayu alam 16.882.702 meter kubik (m3) jika dihitung volume rata-rata 89,56 m3 per ha.
Menindaklanjuti hal ini, pada Rabu, 8 Juni lalu, Satgas meminta KPK memprakarsai proses huÂkum terhadap penyelenggara neÂgara dan pihak terkait lainnya daÂlam hubungannya dengan kasus 14 Perusahaan yang dihentikan berdasarkan SP3.
“Meminta Kapolri untuk memÂpertimbangkan pencabutan SP3 dan pembukaan kembali penyiÂdiÂkan dengan pertimbangan seÂbaÂgaiÂmana disebutkan di atas,†paÂpar Satgas dalam keterangan persÂnya.
Pada kesempatan ini, Satgas juga mendorong untuk dilakukan gugatan perdata dalam upaya mengembalikan kerugian negara berdasarkan Pasal 90 UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jadi Pemicu Bencana Global
Togu Manurung, Direktur Forest Watch
Dugaan seputar adanya prakÂtik mafia hukum pada peÂnaÂngaÂnan perkara kehutanan sangat terbuka. Untuk itu, pihak yang diÂtuding sebagai otak yang meÂnyeÂlewengkan hukum dalam peÂnanganan kasus ini harus diusut tuntas. Tumpang-tindih aturan di sektor kehutanan diduga seringÂkali dimanfaatkan mafia hutan untuk lolos dari jerat hukum.
“Kalau ada unsur korupsinya, langsung saja limpahkan ke KPK. Biar lebih kelihatan transÂparan dimana unsur-unsur koÂrupÂsinya sehingga bisa meÂnimÂbulÂkan efek jera terhadap pelaÂkunya,†ujar Koordinator Forest Watch Togu Manurung.
Dimintai tanggapan soal peÂnerbitan surat perintah pengÂhenÂtian penyidikan perkara atau SP-3 terhadap 14 perusaÂhaÂan yang diÂduga terlibat pengÂrusakan huÂtan Riau, ia meÂnyÂaÂtaÂkan, hal ini harus dievaluasi seÂcara cermat.
“Kepolisian suÂdah diminta unÂtuk membuka dan mengeÂvaÂluasi pemberian SP-3 kasus tersebut. Itu masukan yang baÂgus dan mesti ditanggapi secara cepat oleh Kapolri,†tutur dia seraya menambahkan, respon yang cepat dari kepolisian meÂnanggapi hal ini akan memÂbeÂriÂkan dampak terhadap wajah penegakkan hukum di sini.
Dia berpandangan, selain materi perkara dalam kasus ini bersinggungan dengan wajah penegakkan hukum, kasus ini juga berimplikasi bagi pengeÂloÂlaan sumber daya alam ke deÂpan. “Efek atas perkara pengÂruÂsakan hutan ini sangat besar. Bisa menimbulkan bencana yang sangat global,†ungkapnya.
Diingatkannya, semua pihak yang berkompeten dalam meÂnaÂngani masalah mafia hutan leÂbih mensinergikan koordinasi antar lembaga. Karena lagi-lagi, menurutnya, adanya tumpang tindihnya aturan atau perÂunÂdaÂngan di sektor kehutanan seÂringÂkali dimanfaatkan mafia hutan lolos dari jerat hukum.
“Regulasi mengenai aturan ini harus dikoordinasikan antar insÂtansi yang menangani perÂkaÂra keÂhutanan. Agar tidak terjadi benÂturan atau tarik menarik keÂpenÂtingan yang nyata-nyata meÂngunÂtungkan mafia penjarah haÂsil huÂtan,†terangnya. Ia pun meÂminta, hukum di sini tidak lantas kaÂlah daÂlam memerangi mafia huÂkum di sektor keÂhuÂtanan.
Cukong Atur Oknum Aparat
Achmad Yani, Anggota Komisi III DPR
Korupsi sektor kehutanan diyakini menimbulkan kerugian yang sangat fantastis. DiperluÂkan langkah sistematis aparat peÂnegak hukum dalam meninÂdak pelakunya berikut upaya daÂlam mengembalikan keruÂgiÂan negara yang nyata-nyata diÂgondol para penjarah hasil hutan.
Keterangan mengenai hal terÂseÂbut dikemukakan oleh angÂgoÂta Komisi III DPR achmad Yani. Menurut politisi asal SumÂÂsel tersebut, kerusakan akiÂbat polah mafia hutan menimÂbulkan efek yang sangat dahsyat.
“Dengan keuntungan triliuÂnan rupiah dari operasi illeÂgalÂnya, para mafia hutan itu bisa meÂngatur aparat hukum,†ujarÂnya. Maksud dia, pengaruh maÂfia hutan atau sering disebut cuÂkong kayu illegal di berbagai daerah seringkali sangat besar.
“Para cukong bisa berbuat seÂenaknya karena merasa diÂlinÂduÂngi oleh aparat,†tandasnya. Hal inilah yang menurutnya haÂrus mendapat penanganan eksÂtra baik dari pimpinan KeÂmenÂterian Kehutanan, Polri mauÂpun TNI. “Kalau ada okÂnum yang terlibat, harus langÂsung ditinÂdak. Dipecat atau diÂberi sanksi yang berat.â€
Dia memandang, selama sanksi yang dijatuhkan kepada okÂnum nakal tersebut masih seÂtengah-setengah alias ringan, maka persoalan penjarahan hasil hutan secara illegal tidak akan berhenti sampai di sini.
Selain membenahi mental aparat, dia juga menilai hasil opeÂrasi hutan lestari yang dilaÂkukan selama lima tahun belum sepenuhÂnya mampu mengemÂbaliÂkan total kerugian yang diÂalami negara.
“Banyak versi dan data yang menyebutkan kerugian keÂuaÂngan negara mencapai triliunan rupiah. Tapi ternyata kok hanya Rp 128,7 Miliar saja yang telah diÂkembalikan ke kas negara. PerÂÂbandingan angka ini sangat jauh dan sangat aneh. Kemana siÂsanya yang lain ini yang harus diÂkejar,†tegasnya. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19
Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54