Berita

ILUSTRASI, illegal logging

X-Files

Tangkap 13.025 Tersangka Baru Setor Rp 128,7 Miliar

Lima Tahun Gelar Operasi Illegal Logging
SENIN, 13 JUNI 2011 | 05:00 WIB

RMOL.Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menangani dugaan korupsi terkait perkara pembalakan liar. Sementara Polri, kejaksaan dan Kementrian Kehutanan (Kemenhut) mengkalim sudah menyelamatkan duit negara akibat penebangan liar senilai  Rp 128,741 miliar.

Penjelasan mengenai pena­nganan kasus korupsi akibat pem­balakan liar ini disampaikan Wa­kil Direktur V Tindak Pidana Ter­tentu (Wadir V-Tipiter) Bares­krim Mabes Polri Kombes Alek Mandalika, akhir pekan lalu.

Ketika dikonfirmasi, bekas Direktur Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda Riau tersebut mengungkap, penanganan kasus korupsi sektor kehutanan ini di­khu­suskan pada operasi pem­ba­la­kan liar alias illegal logging di se­luruh wilayah Nusantara.

Secara spesifik, Alek tidak bisa merinci berapa total kayu hasil penebangan liar yang disita ke­po­lisian pada semester pertama ta­hun 2011. Namun secara ke­se­luruhan, ia menyimpulkan, angka Rp 128,741 miliar yang di­se­lamatkan jajarannya diperoleh me­lalui serangkaian operasi pembalakan liar pada kurun 2006 hingga 2010.

Diungkapkannya, serangkaian operasi yang dilaksanakan kepo­lisian bersama jajaran Kemenhut tersebut dirangkum dalam kegia­tan Operasi Hutan Lestari (OHL) I dan II serta operasi rutin bers­a­ma Polda-Polda seperti NAD, Su­mut, Sumsel, Riau, Kaltim, Kal­bar dan Papua.

Diuraikannya, wi­layah Polda yang disebutkannya  itu memiliki potensi dan kera­wanan tersendiri dalam kasus penebangan liar.  Ia mengklasifikasi, dari perka­ra tindak pidana kehutanan yang di­tangani selama lima tahun be­la­kangan, aparat menyita 863.278,86 meter kubik kayu dan 1.420.977 batang kayu log atau ge­londongan.

“Kayu-kayu yang telah disita tersebut, sebagian te­lah dilelang dengan total hasil le­lang Rp 128,741 miliar. Ke­s­e­luruhannya telah disampaikan ke Dirjen Kekayaan Negara,” tandasnya.

Saat diminta menjelaskan jum­lah tersangka dalam kasus pem­ba­lakan liar yang ditindak kepo­lisian pada kurun 2006 sampai 2010, ia mengatakan, total ke­se­lu­ruhan tersangka yang diaman­kan mencapai 13.025 tersangka. Jumlah tersangka yang ditangkap itu masing-masing tersebar di sejumlah wilayah Nusantara.

“Perkaranya semua diserahkan ke kejaksaan untuk kemudian diproses pengadilan. Sedangkan barang bukti kayu yang disita kita lelang setelah ada putusan pe­ngadilan,” tegasnya. Lelangnya sambung dia, di­lakukan secara terbuka dan transparan.

Lalu menjawab pertanyaan seputar masih adanya tudingan seputar adanya perkara cukong kayu yang penyelidikan mau­pun penyidikannya dihentikan ke­po­lisian atau di SP-3 ke­poli­sian, ia menepis hal tersebut. “Se­mua diproses sesuai prose­dur hukum yang ada.

Kalau terbukti terkait tindak pidana kita proses. Kalau terbukti melanggar peraturan tentang kehutanan maupun lingkungan hidup, kita menyerahkan pena­nga­nan perkaranya ke jajaran terkait lainnya,” timpalnya.

Menanggapi adanya rekomen­dasi Satgas PMH yang meminta KPK menindaklanjuti dugaan pe­nyelewengan dalam penanganan perkara illegal log­ging, Alek me­ngaku hal itu men­jadi kewe­na­ngan Satgas dan KPK.

Ia me­nge­mukakan, seluruh rangkaian pe­nin­dakan pidana yang dila­ku­kan Polri dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Data PMH menyebutkan, akibat penerbitan SP-3 oleh Polda Riau terhadap 14 perusahaan yang diduga terlibat pembalakan liar dan menyalahi aturan tentang pemanfaatan hasil hutan pada 2008, negara diduga mengalami kerugian Rp 73, 35 triliun.

Satgas merinci, kerugian ne­gara yang diakibatkan oleh pe­nge­lolaan hutan secara seram­pa­ngan juga menimbulkan kehi­la­ngan wilayah hutan seluas 188.593 hektare dan kehilangan kayu alam sebanyak 16, 88 juta meter kubik.

Kabareskrim Komjen Ito Su­mardi berpendapat, kalau masih ada pihak yang kecewa terhadap penanganan kasus pembalakan liar oleh kepolisian,  hal itu bisa dimaklumi. Yang paling penting, tuduhan-tuduhan penye­lewe­ngan oleh aparat kepolisian da­lam pe­nanganan kasus ini di­sertai bukti-bukti.

Ia menilai, penanganan per­kara korupsi terkait pene­ba­ngan liar menjadi salah satu hal yang me­nem­pati porsi prioritas.

Karena sambungnya, selain me­­nyalahi aturan hukum, dam­pak global akibat penebangan liar sangat besar. “Kasus penebangan liar tidak hanya berdampak pada aspek penegakkan hukum saja. Tapi sangat berkaitan dengan potensi sumber daya alam. Ka­rena itu penanganan kasus pen­e­bangan liar selalu melibatkan tim terpadu atau gabungan dari kejak­saan, Kemenhut dan Lingkungan Hidup,” tegasnya.

Sementara Kahumas KPK Jo­han Budi yang dimintai tang­ga­pan seputar langkah KPK dalam menindaklanjuti dugaan penyim­pa­ngan penanganan kasus pene­bangan liar yang disinyalir Satgas Anti Mafia Hukum, mengaku be­lum bisa memberi tanggapan me­ngenai hal ini secara spesifik.

“Kalau laporannya sudah kita terima tentu akan ditindaklanjuti dengan langkah penyelidikan dan penyidikan,” ucapnya.

Setelah 22 Bulan, Terbit SP-3

Data Satgas PMH menyebutkan, ada pengeditan SP-3 terhadap 14 perusahaan yang terkait illegal logging di Riau. Saat Ka­polda Riau dijabat Brigadir Jen­deral Sutjiptadidi dil­a­ku­kan pem­ber­ka­san 200 tersang­ka dari 14 peru­sa­haan per­kayuan di Riau.

Anehnya, se­te­lah 22 bulan kasus ini ditangani dan Kapolda Riau diganti, tiba-tiba keluar SP-3 terhadap 14 perusahaan yang diduga terlibat penebangan dan pemanfaatan hasil hutan secara liar di Riau.

Atas hal ini, Koalisi Anti Mafia Ke­hutanan yang terdiri dari Indo­nesia Corruption Watch (ICW), Wa­­hana Lingkungan Hidup (Wal­­hi), dan Jikalahari Riau men­desak Satgas Pemberantasan Ma­fia Hukum (PMH) untuk me­nin­dak­lanjuti laporan terkait mafia ke­hu­tanan di Riau.

Koalisi menduga pemanfaatan hutan alam melanggar ketentuan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi. Dugaan adanya korupsi ini diperkuat hitung-hitungan LSM Jikalahari Riau yang me­lansir aktifitas 14 perusahaan yang diduga terkait kasus ini me­nimbulkan kehilangan hutan se­luas 188.593 hektare. Atau kehi­la­ngan kayu alam 16.882.702 meter kubik (m3) jika dihitung volume rata-rata 89,56 m3 per ha. 

Menindaklanjuti hal ini, pada Rabu, 8 Juni lalu, Satgas meminta KPK memprakarsai proses hu­kum terhadap penyelenggara ne­gara dan pihak terkait lainnya da­lam hubungannya dengan kasus 14 Perusahaan yang dihentikan berdasarkan SP3.

“Meminta Kapolri untuk mem­pertimbangkan pencabutan SP3 dan pembukaan kembali penyi­di­kan dengan pertimbangan se­ba­gai­mana disebutkan di atas,” pa­par Satgas dalam keterangan pers­nya.

Pada kesempatan ini, Satgas juga mendorong untuk dilakukan gugatan perdata dalam upaya mengembalikan kerugian negara berdasarkan Pasal 90 UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Jadi Pemicu Bencana Global

Togu Manurung, Direktur Forest Watch

Dugaan seputar adanya prak­tik mafia hukum pada pe­na­nga­nan perkara kehutanan sangat terbuka. Untuk itu, pihak yang di­tuding sebagai otak yang me­nye­lewengkan hukum dalam pe­nanganan kasus ini harus diusut tuntas. Tumpang-tindih aturan di sektor kehutanan diduga sering­kali dimanfaatkan mafia hutan untuk lolos dari jerat hukum.

“Kalau ada unsur korupsinya, langsung saja limpahkan ke KPK. Biar lebih kelihatan trans­paran dimana unsur-unsur ko­rup­sinya sehingga bisa me­nim­bul­kan efek jera terhadap pela­kunya,” ujar Koordinator Forest Watch Togu Manurung.  

Dimintai tanggapan soal  pe­nerbitan surat perintah peng­hen­tian penyidikan perkara atau SP-3 terhadap 14 perusa­ha­an yang di­duga terlibat peng­rusakan hu­tan Riau, ia me­ny­a­ta­kan, hal ini harus dievaluasi se­cara cermat.

“Kepolisian su­dah diminta un­tuk membuka dan menge­va­luasi pemberian SP-3 kasus tersebut. Itu masukan yang ba­gus dan mesti ditanggapi secara cepat oleh Kapolri,” tutur dia seraya menambahkan, respon yang cepat dari kepolisian me­nanggapi hal ini akan mem­be­ri­kan dampak terhadap wajah penegakkan hukum di sini.

Dia berpandangan, selain materi perkara dalam kasus ini bersinggungan dengan wajah penegakkan hukum, kasus ini juga berimplikasi bagi penge­lo­laan sumber daya alam ke de­pan. “Efek atas perkara peng­ru­sakan hutan ini sangat besar. Bisa menimbulkan bencana yang sangat global,” ungkapnya.

Diingatkannya, semua pihak yang berkompeten dalam me­na­ngani masalah mafia hutan le­bih mensinergikan koordinasi antar lembaga. Karena lagi-lagi, menurutnya, adanya tumpang tindihnya aturan atau per­un­da­ngan di sektor kehutanan se­ring­kali dimanfaatkan mafia hutan lolos dari jerat hukum.

“Regulasi mengenai aturan ini harus dikoordinasikan antar ins­tansi yang menangani per­ka­ra ke­hutanan. Agar tidak terjadi ben­turan atau tarik menarik ke­pen­tingan yang nyata-nyata me­ngun­tungkan mafia penjarah ha­sil hu­tan,” terangnya. Ia pun me­minta, hukum di sini tidak lantas ka­lah da­lam memerangi mafia hu­kum di sektor ke­hu­tanan.

Cukong Atur  Oknum Aparat

Achmad Yani, Anggota Komisi III DPR

Korupsi sektor kehutanan diyakini menimbulkan kerugian yang sangat fantastis. Diperlu­kan langkah sistematis aparat pe­negak hukum dalam menin­dak pelakunya berikut upaya da­lam mengembalikan keru­gi­an negara yang nyata-nyata di­gondol para penjarah hasil hutan.

Keterangan mengenai hal ter­se­but dikemukakan oleh ang­go­ta Komisi III DPR achmad Yani. Menurut politisi asal Sum­­sel tersebut, kerusakan aki­bat polah mafia hutan menim­bulkan efek yang sangat dahsyat.

“Dengan keuntungan triliu­nan rupiah dari operasi ille­gal­nya, para mafia hutan itu bisa me­ngatur aparat hukum,” ujar­nya. Maksud dia, pengaruh ma­fia hutan atau sering disebut cu­kong kayu illegal di berbagai daerah seringkali sangat besar.

“Para cukong bisa berbuat se­enaknya karena merasa di­lin­du­ngi oleh aparat,” tandasnya. Hal inilah yang menurutnya ha­rus mendapat penanganan eks­tra baik dari pimpinan Ke­men­terian Kehutanan, Polri mau­pun TNI.  “Kalau ada ok­num yang terlibat, harus lang­sung ditin­dak. Dipecat atau di­beri sanksi yang berat.”

Dia memandang, selama sanksi yang dijatuhkan kepada ok­num nakal tersebut masih se­tengah-setengah alias ringan,  maka persoalan penjarahan hasil hutan secara illegal tidak akan berhenti sampai di sini.

Selain membenahi mental aparat, dia juga menilai hasil ope­rasi hutan lestari yang dila­kukan selama lima tahun belum sepenuh­nya mampu mengem­bali­kan total kerugian yang di­alami negara.

“Banyak versi dan data yang menyebutkan kerugian ke­ua­ngan negara mencapai triliunan rupiah. Tapi ternyata kok hanya Rp 128,7 Miliar saja yang telah di­kembalikan ke kas negara. Per­­bandingan angka ini sangat jauh dan sangat aneh. Kemana si­sanya yang lain ini yang harus di­kejar,” tegasnya. [RM]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya