RMOL. Pasca penetapan dua pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batubara, Sumatera Utara dan Direktur PT Pacific Fortune Management (PFM) sebagai tersangka kasus pembobolan dana kas daerah Pemkab Batubara Rp 80 miliar, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan dua tersangka baru dalam perkara ini.
Kelanjutan proses penyiÂdiÂkan kasus dugaan korupsi dana kas daerah Pemkab Batubara diÂtinÂdaklanjuti Kejagung.
Kemarin, Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi Nirwanto menyebutkan, jajarannya kemÂbali menetapkan dua tersangka dalam kasus terseÂbut. “Sesuai laporan, hari ini menÂdapatkan dua tersangka. Satu peÂjabat Pemkab Batubara dan satu dari swasta,†katanya.
Menurut Andhi, penetapan status tersangka diketahui setelah dirinya memerintahkan tiga peÂnyiÂdik kembali mendalami bobolnya kas daerah tersebut ke Sumut. “Sesuai laporan yang diÂdaÂpat, staf Pemda Batubara terÂsebut berperan untuk mencairkan uang fee,†tandasnya. Namun, Andhi belum memberi keteÂraÂngan mengenai siapa nama dua terÂsangka tersebut.
Andhi mengaku belum ada penetapan tersangka terhadap Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Bekasi, Itman Harry Basuki yang terindikasi terlibat perkara tersebut. Menurut Andhi, pihaknya tidak terburu-buru meÂneÂtapkan tersangka terhadap ItÂman karena saat ini yang berÂsangkutan telah ditahan di Polda Metro Jaya. Itman dituding terliÂbat kasus pembobolan dana nasaÂbah Elnusa di Bank Mega.
“Kepala Cabang Bank Mega sementara ini ditahan Polda untuk perÂkara lain. Sampai saat ini KeÂjagung belum menetapkan dia seÂbagai tersangka,†terangnya. KenÂdati demikian, Andhi memasÂtiÂkan bahwa Kejagung akan meÂnindak semua pihak yang diduga terlibat kasus pembobolan kas daeÂrah tersebut. “Ya pokoknya seÂmua yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban.â€
Sebelumnya, lembaga yang diÂkomandoi Basrief Arief itu telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yaitu, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Yos Rauke, Bendahara Umum Fadil Kurniawan dan Direktur PT Pacific Fortune Management (PT PFM), Rachman Hakim.
Dengan begitu, sampai kini Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Tiga orang sudah ditahan, namun dua orang yang baru ditetapkan sebaÂgai tersangka belum bisa diÂpasÂtiÂkan penahanannya.
“KeÂdua tersangka masih terus diÂdaÂlaÂmi keterangannya oleh penyidik.â€
Seperti diketahui, Kamis 9 Juni 2011 lalu, Kejagung melakukan peÂnyitaan aset terkait kasus ini. Dalam eksekusinya, Kejagung menyita empat mobil tersangka Rachman Hakim.
Keempat mobil yang disita masing-masing berÂtipe Toyota ForÂtuner B 1954 PJA, Honda Freed B 1071 UKQ, HonÂda CRV B 805 PFM, dan Toyota Vellfire dengan nopol B 494 QW. “MoÂbilnya sekarang ada di Pidsus Gedung Bundar,†kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (KaÂpuspenkum) Noor Rochmad.
Ditambahkan Noor, penyitaan dilakukan karena diduga kuat uang yang digunakan membeli keempat mobil tersebut berasal dari hasil korupsi. Saat penetapan Rachman Hakim sebagai terÂsangÂka, diuraikan, para tersangka meÂmindahkan uang tersebut dengan cara menyetorkan ke rekening Bank Mega beberapa kali. PeÂnyetoran dideteksi dimulai pada 15 September 2010 hingga 11 April 2011.
Dana Rp 80 miliar tersebut disimpan dalam bentuk deposito di Bank Mega Jababeka, Bekasi. “Kedua tersangka telah meneÂrima keuntungan dengan meÂneÂrima
cash back sebesar Rp 405 juta,†ucapnya.
Selanjutnya, kata Noor, dana deposito tersebut dicairkan oleh kedua tersangka untuk disetor ke dua perusahaan yakni PT Pacific Fortune Management dan PT Noble Mandiri Invesment meÂlalui Bank BCA dan Bank CIMB.
“Kedua tersangka telah ditahan KeÂjaksaan sejak 7 Mei lalu. MeÂreÂka dijerat pasal 2 ayat (1), pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo PaÂsal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,†katanya.
Di tempat terpisah, Kepala PuÂsat Pelaporan Analisis dan TranÂsaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkapkan, hasil audit terhadap Bank Mega meÂnyeÂbutkan banyak temuan transaksi mencurigakan yang meÂngalir ke perusahaan dan perorangan.
“Dalam kasus dana Pemkab Batubara, dananya lebih banyak dialirkan kepada perseorangan atau individu,†ujarnya usai seÂmiÂnar nasional yang membahas mengenai implementasi UU NoÂmor 3 Tahun 2011 tentang TransÂfer Dana di Jakarta.
Menurutnya, hasil audit terÂseÂbut telah disampaikan ke DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu. YuÂnus memastikan, dalam kasus ini diduga terdapat sindikat yang meÂmang sudah dibina dan bermain lama. “Cuma sindikat ini kadang-kadang tidak semuanya disikat dan modus yang dilakukan pun cenÂdeÂrung sama dengan modus yang suÂdah-sudah,†ucapnya.
Terbuka Peluang KongkalikongAndi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi menÂdesak Kejaksaan Agung (KeÂjaÂgung) tak hanya memeriksa okÂnum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batubara. Ia meminta agar penanganan perkara terÂseÂbut juga diarahkan pada dugaan keterlibatan keterlibatan oknum internal Bank Mega lainnya.
“Angka yang dibobol sangat fantastis. Nggak mungkin pihak Bank Mega tidak mengetahui perkara tersebut,†katanya, keÂmaÂrin. Menurut Andi, KejaÂgung sudah saatnya menunÂjukÂkan keseriusannya dalam meÂnguÂsut tuntas praktik kejahatan perbankan yang selama ini terÂjadi. Sehingga, dengan begitu keÂpercayaan masyarakat keÂpaÂda lembaga perbankan menjadi baik kembali.
“Menurut saya ada pengaruh antara lambannya kinerja peÂnegak hukum dalam memÂproÂses kejahatan perbankan deÂngan rasa kepercayaan maÂsyaÂraÂkat terhadap bank,†tandasÂnya. Andi pun meyakini adanya keterlibatan pejabat tinggi dari kedua belah pihak pada perkara bobolnya dana kas Pemkab Batubara. Menurutnya, peluang terjadinya praktik kongkalikong antara pejabat instansi peÂmeÂrintah dengan lembaga perÂbanÂkan sangat terbuka lebar.
“Sekarang tinggal berani tiÂdak kejaksaan mengorek seÂdaÂlam-dalamnya perkara itu,†ucapnya. Politisi Golkar ini meÂmuji langkah Bank Indonesia (BI) yang memÂberi sanksi tegas pada Bank Mega, berupa perintah penÂgemÂbalian uang senilai Rp 191 miÂliar kepada para nasabah. “Ke depannya pengawasan terhadap perbankan perlu diperketat.â€
Andi pun mengharapkan maÂsyarakat lebih berhati-hati daÂlam memilih suatu produk mauÂpun lembaga perbankan. SeÂhingÂga, uang milik nasabah yang tersimpan di bank dapat terÂjaga keamanannya.
“Jangan terlalu percaya keÂpada rayuan para karyawan bank. Yang haÂrus dilihat ialah
track record bank berÂsangÂkuÂtan,†ucapnya.
Bankir Lebih Seram dari Tentara Militer Ichsanuddin Noorsy, Pengamat EkonomiPengamat ekonomi dari AsoÂsiasi Ekonomi Politik IndoÂnesia (AEPI) Ichsanuddin NoorÂsy mengingatkan, berdaÂsarÂkan data Reskrim Polri per akhir Mei 2011, angka kejahaÂtan perÂbankan mencapai 30 buah. MeÂnurut data tersebut, 15 di anÂtaÂranya melibatkan orang dalam.
“Ini merupakan data resmi yang saya dapatkan. Ya kita bisa ambil kesimpulan sendiri deÂngan dilansirnya data tersebut,†katanya. Menurut Ichsan, ada tiga poin penting yang bisa diÂlakukan untuk meminimalisir praktik pembobolan dana nasabah suatu bank.
Yang pertama, katanya, para bankir harus memperbaiki moÂdal sosialnya. Artinya, para banÂkir suatu lembaga perÂbanÂkan harus menghilangkan sikap egois dan serakah.
“Para bankir kita ini keÂbaÂnyaÂkan tak peduli dengan nasib duit nasabah yang telah dibobol. HaÂsilnya, rasa percaya maÂsyaÂraÂkat menurun,†tuturnya.
Yang kedua sambungnya, Bank Indonesia (BI) sebagai pusatnya bank harus meÂngaÂwaÂsi dengan ketat lembaga perÂbankan yang duit nasabahnya telah dibobol. “Nah, saya lihat BI belum begitu ketat memÂberikan pengawasan kepada lembaga perbankan di Tanah Air,†ucapnya.
Sedang yang ketiga, Ichsan meminta masyarakat tahu diri dengan memilih bank yang tiÂdak menjadikan karyawannya sebagai sapi perah. Artinya, lemÂÂbaga perbankan itu harus bisa menanamkan nilai etika dengan menghormati para karÂyawan yang bekerja. “Misalnya Citibank, mereka punya 6000 karyawan tapi hanya 1600 yang pegawai tetap, sisanya konÂtrak,†ujarnya.
Ichsan mengutip pernyataan Abraham Lincoln yang meÂneÂgasÂkan bahwa bankir itu lebih menyeramkan daripada tentara militer. Di samping itu, seorang ahli ekonomi perbankan AmeÂrika William K Black juga perÂnah membuat suatu tesis yang isinya menyebutkan soal keterÂlibatan pihak internal bank daÂlam kasus pembobolan dana naÂsabah. “Jadi tidak mungkin bahÂwa orang dalam tidak terÂlibat,†katanya.
[rm]