ilustras, pajak
ilustras, pajak
RMOL.Identifikasi atas dugaan pelanggaran pidana di sektor pajak digenjot Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) bersama kepolisian dan kejaksaan.
Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi menyatakan, kepoÂlisian tengah menangani 17 kasus duÂgaan pemalsuan faktur pajak. Dari identifikasi atas tindak pidaÂna tersebut, diduga terdapat keÂruÂgian negara sebesar Rp 233 miliar.
Namun, ia belum mau bicara blak-blakan seputar kasus yang ditangani jajarannya tersebut. Dia menyampaikan, selain telah meÂnangkap dua tersangka pemalsu fakÂtur pajak pada akhir pekan lalu, pihaknya tengah mendalami piÂhak-pihak lain yang diduga terÂkait dalam persoalan ini.
“Kita maÂsih mengembangkan peÂnyeÂlidikan dan penyidikan kaÂsus ini. Tersangkanya sudah diÂtangkap dan ditahan,†tandasnya.
Ito menambahkan, penangÂkaÂpan dua tersangka baru dalam kaÂsus faktur pajak fiktif berÂiniÂsial AG dan DM di wilayah JaÂkaÂrta Timur dan Jakarta Utara dilakukan berkat kerjasama inÂtensif tim gabungan tersebut.
Meski belum bisa menguraikan detail penanganan kasus ini, dia mengatakan, kerjasama tim gaÂbuÂngan ditingkatkan inÂtensitasnya. Peningkatan koorÂdiÂnasi ditempuh lantaran banyak teÂmuan berupa kasus pemalsuan fakÂtur yang meÂnyebabkan keruÂgian negara daÂlam jumlah relatif beÂsar.
“Kita tangani pelanggaran tinÂdak pidananya. Kalau yang meÂnyangkut perkara pelanggaran paÂjak diselesaikan oleh Ditjen PaÂjak melalui mekanisme yang suÂdah ada,†tuturnya.
Namun, saat diminta merinci seÂputar penangkapan tersangka pemalsu faktur pajak, dia meÂminta hal tersebut ditanyakan keÂpada tim penyidik Ditjen Pajak.
Senada dengan jenderal binÂtang tiga tersebut, Kasat Fiskal, Moneter dan Devisa Direktorat ReÂserse dan Kriminal Khusus (Kasat Fismondev DitreskÂrimÂsus) Polda Metro Jaya AKBP AriesÂmunandar menolak berkoÂmentar panjang lebar. Dia bilang, kaÂsus tersebut ditangani tim peÂnyidik gabungan antara penyidik pajak, jajaran intelijen kepolisian dan Bareskrim Polri.
Keterangan terperinci meÂnyangÂkut penangkapan tersangka AG dan DM pekan lalu, diberiÂkan oleh Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penyidikan Ditjen Pajak M Kifni.
Menurutnya, inÂformasi seputar adanya faktur-fakÂtur fiktif atau palsu ditemukan tim penyidik pajak yang memeÂriksa laporan pajak sejumlah peÂrusahaan. “Ada temuan seputar fakÂtur-faktur fiktif yang dilaÂporÂkan ke Ditjen Pajak,†ucapnya.
Temuan-temuan tersebut lalu diÂÂpelajari secara terperinci oleh jaÂjaÂrannya yang berkoordinasi deÂngan Intelkam Polri dan BaÂreskrim. Setelah ditelusuri, keÂjanggalan atas dokumen setoran pajak yang diterima Ditjen Pajak terungkap.
Metode penggunaan faktur fikÂtif itu untuk mengelabui setoran pajak pelaku. Singkatnya, jelas dia, temuan seputar data yang diÂhimpun penyidik pajak kemudian dikoordinasikan dengan keÂpoÂlisian yang menindaklanjutinya dengan langkah penyelidikan.
Alhasil, modus akal-akalan daÂlam menggunakan dan meÂnerÂbitkan faktur fiktif guna mengÂhindari setoran pajak berhasil diÂendus petugas gabuÂngan. “TerÂsangÂka AG menjabat sebagai DiÂrektur PT LBC ditangkap atas duÂgaan pemalsuan faktur pajak. Kita serahkan ke kepolisian,†katanya.
Dari pemeriksaan tim gabuÂngan, lanjut Kifni, AG tidak beÂkerÂja sendirian. “Dia dibantu terÂsangka lain. Asistennya,†kata dia. Sinyal keterlibatan tersangka lain, yaitu DM diperoleh setelah penyidik pajak dan kepolisian menyita sebuah CPU, tiga teleÂpon genggam dan beberapa dokuÂmen milik perusahaan yang dipimpin AG.
Dari tangan DM, tim gabungan juga mengamankan barang bukti seperti faktur pajak PT LBC, karÂtu kredit, sebuah CPU, telepon gengÂÂgam dan beberapa nomer simÂÂcard alias kartu perdana.
MeÂnurut Kifni, pengungkapan kasus ini merupakan rangkaian dari peÂnyidikan terhadap 53 kaÂsus seÂjeÂnis. “Lebih dari 50 persen kasusÂnya adalah faktur fiktif,†tuturnya.
Dia menambahkan, modus opeÂrandi yang biasa digunakan oleh pelaku dalam memanipulasi pajak ditempuh dengan memÂbenÂtuk perusahaan serta kepeÂnguÂrusan perusahaan fiktif. Dalam operasionalnya, perusahaan itu keÂmudian menerbitkan faktur fiktif untuk mengurangi pajak.
Dari 53 kasus yang ada diÂperÂoleh keterangan, blanko faktur pajak fiktif digunakan manakala seseorang atau perusahaan terÂtenÂtu membeli suatu produk.
“Maka tersangka menyiasati harga deÂngan menggunakan fakÂtur palsu atau fiktif. Di situ diatur nominal harga produk yang kena pajak menjadi lebih rendah. OtoÂmatis setoran pajak yang ditangÂgung perusahaan tersangka menÂjadi lebih kecil,†terangnya.
Menjawab pertanyaan seputar kasus faktur fiktif ini, ia merinci, dari 53 kasus faktur pajak fiktif selama 2010 terdapat 20 kasus yang diduga membuat negara rugi Rp 513 miliar. Semuanya telah berstatus P-21 atau lengkap. Dia pun merinci, 16 kasus lainnya sudah inkracht alias sudah selesai disidangkan. Akibat 16 kasus terÂsebut imbuhnya, negara meÂngaÂlami kerugian sebesar Rp 424 miÂliar. Jika ditotal mencapai Rp 1 triliun lebih.
Ada Tersangka Yang Buron
Data tim penyidik pajak Ditjen PaÂjak menyebutkan, sebelum meÂringkus tersangka AG dan DM, tim gabungan kasus pajak meÂnangÂkap Subiandi Budiman alias Aban.
Akibat perbuatannya menerbitÂkan faktur pajak fiktif, Bos PT SiÂnar Terang Sentosa Jaya itu diÂvoÂnis dua tahun penjara dan denda Rp 1,1 miliar. Selain Aban, peÂngÂguna faktur fiktif yang dibekuk tim juga ikut dijadikan tersangka.
Kakanwil pajak Jakarta Utara Agus Wuryantoro menyebutkan, seÂjauh ini jajarannya masih memÂburu Tjay Sin Tjauw. Menurut dia, Tjay diburu karena diduga berÂsama dengan Aban mendiriÂkan Sinar Terang untuk menÂdaÂpatÂkan restitusi pajak pertamÂbaÂhan nilai (PPN) dengan menyamÂpaikan surat pemberitahuan (SPT) fiktif.
Menurutnya, modus operandi penggembosan pajak melalui faktur fiktif dimulai dari transaksi riil antara pabrikan dan konÂsuÂmen. Dalam transaksi ini ada peÂnyerahan barang dan pemÂbaÂyaÂran, tapi penjual tidak membuat fakÂÂtur pajak atas nama konsumen.
Alasannya, pertama, pembeli bukan pengusaha kena pajak atau konsumen akhir. Kedua, pembeli tidak ingin atau tidak meÂmerÂluÂkan dokumen pajak. Penjual keÂmuÂdian membuat seolah-olah transaksi dilakukan antara pabÂrikan dan Sinar Terang. Faktur paÂjak fiktif, bersama dokumen penjualan lainnya, dilaporkan sebagai kredit pajak dalam SPT masa PPN Sinar Terang.
Sebagian faktur pajak fiktif itulah yang digunakan untuk mengajukan restitusi PPN. Sinar Terang juga menerbitkan faktur paÂjak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya kepada piÂhak ketiga dan dilaporkan ke daÂlam SPT masa PPN sebagai pajak keluaran. Pihak ketiga tersebut mengkreditkan faktur pajak deÂngan tujuan memperkecil setoran PPN, melaporkan SPT lebih bayar dan kemudian mengajukan permohonan restitusi.
Kasubdit Penyidik Pajak DitÂjen Pajak M Kifni meÂngeÂmuÂkaÂkan, meski kasus pajak dengan moÂdus restitusi Pajak PertamÂbaÂhan Nilai (PPN) melalui faktur paÂjak fiktif banyak ditemukan, toh sejauh ini pihaknya belum meÂnemukan indikasi keterlibatan pegawai pajak pada kasus ini.
Sementara pada masa kepeÂmimÂpinan Dirjen Pajak M TjipÂtarÂdo, tercatat jumlah pegawai paÂjak yang ditindak karena terÂsangkut kasus pelanggaran pajak sepanjang 2009 mencapai 516 orang.
“Kuartal I 2010 sudah 290 orang, bahkan April bisa lebih 300 orang. Ada pegawai pajak yang terkait kasus restiÂtuÂsi. Jumlah yang sudah diberhentikan dengan tidak hormat 10 orang,†katanya.
Para Pelakunya Kelompok Intelektual
Eva Kusuma, Anggota Komisi III DPR
Mencuatnya kasus faktur pajak fiktif harus ditangani deÂngan tindakan konkret. PasalÂnya, efek yang ditimbulkan dari kasus ini bisa mengganggu penÂdapatan alias kas negara.
“Dari 53 kasus yang terjadi saat ini saja, penyidik Ditjen PaÂjak menduga kerugian negara mencapai satu triliun,†ujar angÂgota Komisi III DPR Eva KuÂsuma Sundari.
Dia menduga, kejahatan seÂpuÂtar faktur pajak fiktif atau palÂsu yang sulit ditelusuri ini dipiÂcu oleh kemampuan pelaku. InÂtiÂÂnya, para pelaku kejahatan fakÂtur pajak adalah orang-orang intelek. Artinya, orang-orang yang punya pengetahuan atau waÂwasan seputar pajak.
“Pelakunya pasti adalah kelompok intelektual yang meÂngerti seluk-beluk pajak,†ucapnya.
Dengan bekal pengetaÂhuanÂnya itu, sambung Eva, para peÂlaÂku bisa mengelabui aparat paÂjak dengan mudahnya. “Ada seÂrangkaian proses yang benar-beÂnar mereka pahami. Di situ meÂreka memanfaatkan kelemaÂhan petugas pajak dan piranti perpajakan kita,†tuturnya. Hal inilah yang mesti dicermati dan diawasi secara intensif oleh jajaran Ditjen Pajak.
Sebab kalau tidak, diÂkhaÂwaÂtirÂkan meluasnya kasus ini, bisa berakibat pada kerugian negara yang makin besar. “Modus atau pola kejahatan pajak ini seÂnanÂtiasa berkembang. Karenanya efektifitas pengawasan di lingÂkup internal Ditjen Pajak mauÂpun penindakan terhadap peÂlaÂku harus lebih ditingkatkan inÂtenÂsitasnya,†imbuhnya.
Perlu Penanganan Yang Sistemik
Alfons Leomau, Pengamat Hukum
Penanganan kasus maÂniÂpulasi pajak lewat pengÂgunaan faktur fiktif, hendaknya difoÂkusÂkan pada serangkaian upaya pengembalian kerugian negara secara optimal. Tanpa ada usaha meÂngembalikan aset negara, upaÂya hukum yang dijalani kuÂrang memberikan efek jera pada para pelaku.
“Pada prinsipnya upaya huÂkum dilakukan untuk memÂbeÂriÂkan pembinaan dan efek jera. Tapi, seyogyanya juga harus ada unsur pemaksa seperti diÂberlakukannya denda atau ganti rugi,†ujar pengamat hukum Kombes Pol (Purn) Alfons Leomau.
Dia mengharapkan, semaÂngat profesionalitas penyidik paÂjak maupun kepolisian daÂlam meÂnangani kasus peÂnyimÂpangan paÂjak dikedepankan. Artinya, kalau benar ada teÂmuÂan atau tinÂdak pidana pada kaÂsus pajak, seÂcepatnya hal terÂsebut diÂkoorÂdiÂnasikan kepada peÂnyidik keÂpolisian.
Sebaliknya, aparat keÂpolisian yang menerima laÂporan tentang tindak pidana kaÂsus paÂjak pun segera meninÂdaklanjuti dugaan penyeÂlewengan itu deÂngan langkah hukum.
Menurutnya, perkara peÂnyeÂleÂwengan pajak yang terjadi di sini sudah sangat kompleks. KaÂrenanya dibutuhkan sinergi antar lembaga penegak hukum dalam meminimalisasi kejaÂhatan di sektor pajak.
“Dampak kejahatan ini saÂngat luas. Yang paling krusial saat ini adalah bagaimana seÂmangat penegakan hukum dilaÂkukan seiring menjaga trust atau kepercayaan publik terÂhadap pengelolaan pajak yang benar,†tandasnya.
Dia menambahkan, berbagai kasus pajak yang mengÂheÂbohÂkan belakangan, menjadi tolok ukur masyarakat dalam menilai kinerja aparat pemerintah khuÂsusnya pajak.
“Kalau pajak yang maÂsyaÂrakat bayar terus diseÂleÂwengÂkan penjahat pajak, masyarakat jelas akan antipati untuk memÂbayar pajak. Padahal, sektor penÂdapatan negara terbesar saat ini kan dari pajak,†tegasnya.
Hal tersebut, sambungnya, buÂkan tidak mungkin akan meÂmicu persoalan baru bagi peÂmeÂrintah. Lantaran itu, dia mengiÂngatkan agar penanganan kasus pajak dilakukan secara serius.
“Jangan sampai muncul lagi seÂperti kasus Gayus yang meÂnyeÂret sederet nama aparat peÂnegak hukum. Kasus ini kan pemicunya berasal dari pajak yang sifatnya sistemik,†tanÂdasnya. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19
Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54