RMOL. Komisi Yudisial (KY) terus menggali dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim perkara pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnain dengan terpidana bekas Ketua KPK Antasari Azhar. Kemarin, KY memanggil dan mengorek keterangan ahli forensik dari Universitas Indonesia, Mun’im Idris.
“Kami sangat bersyukur kaÂreÂna sudah mendapatkan informasi yang amat berharga untuk diteÂlaah. Saya ucapkan terimakasih keÂpada Pak Mun’im yang telah memÂberikan keterangan dengan lengÂkap,†kata Wakil Ketua KY, Imam Ansori Saleh
Setelah mendengarkan keteÂrangÂan Mun’im, dalam waktu dekat KY akan mendengarkan keÂterangan dari ahli balistik dan ahli informasi teknologi. “Kami undang ahli balistik dan ahli IT. Untuk balistik, Kamis nanti dan ahli IT kemungkinan minggu depan atau hari Senin,†ujarnya.
Sedangkan saksi di bidang lain, KY akan menyesuaikan wakÂtu. KY menenggat kasus AnÂtasari ini bisa diselesaikan dalam wakÂtu tiga bulan. “Kami berÂusaÂha menyeÂlesaikan ini sesegera mungkin. Dalam tiga bulan, kami selesaikan semua. Mudah-muÂdahan dua bulan selesai,†ucapÂnya.
Namun, Imam enggan memÂbeÂberkan hasil pemeriksaan terÂhadap Mun’im. “Secara umum, kami hanya mendengarkan
Pak Mun’im menceritakan awal mendapati jenazah hingga akhir.’Jadi, saya hanya mencatat dan belum ada kesimpulan apapun,†tandasnya.
Sementara itu, terkait pemangÂgilan yang dilakukan KY, Mun’im memenuhi janjinya deÂngan menyambangi kantor KY pada pukul 10.00 WIB. Mun’im daÂtang dengan mengenakan seÂragam khasnya, yaitu jaket hitam plus topi. Mun’im segera meÂmaÂsuki ruangan pemeriksaan KY.
Setelah selesai dimintai keÂteÂrangan oleh KY, Mun’im menÂjelaskan ada perbedaan antara hasil penyelidikan forensik yang dilakukannya dan yang disamÂpaikan jaksa di pengadilan. PerÂbeÂdaan tersebut, salah satunya meÂnyangkut jumlah peluru yang berÂsarang di tubuh Nasrudin. “SaÂya temukan di tubuh korban dua peluru. Saat di pengadilan, ini ditambah satu lagi menjadi tiga,†ujarnya.
Perbedaan jumlah peluru terÂsebut, duga Mun’im, muncul akiÂbat perbuatan jaksa kasus AnÂtaÂsari, Cirus Sinaga. “Seharusnya bisa melihat fakta yang sebeÂnarÂnya,†tandas dia.
Meski begitu, Mun’im enggan menilai, apakah perkara itu ada unsur rekayasa Cirus. “Saya tidak mengerti banyak. Biarlah itu menÂjadi urusan hakim,†elaknya.
Mun’im juga mengatakan, diÂrinya tidak mendapat ancaman daÂri manapun terkait pemangÂgilÂan yang dilakukan oleh KY. “Tidak ada ancaman sama sekali. Dari tahun 1979, saya memÂbackÂup polisi dan tak pernah ada inÂtervensi. Semua ada protapÂnya,†katanya.
Dia menegaskan, pemeriksaan oleh KY ini sebatas memaparkan ulang apa yang pernah disamÂpaikannya di pengadilan, saat Antasari masih menjalani sidang. “Semua sudah saya sampaikan di pengadilan. Intinya, berdasarkan fakta yang saya temukan, jarak temÂbak di atas 50-60 sentimeter. Luka tembak itu ada di sisi kepala sebelah kiri,†ucapnya.
Pengacara Antasari Azhar, Maqdir Ismail, mengapresiasi langÂkah KY yang memanggil Mun’im Idris. Maqdir mengaku bahÂwa salah satu yang diÂaduÂkanÂnya ke KY adalah terkait senÂjata yang digunakan untuk memÂbunuh Nasrudin, di mana ada perÂbedaan antara keterangan saksi ahli forensik Mu’nim Idris deÂngan fakta persidangan. Hasil peÂmeriksaan terhadap anak peluru yang berada di tubuh korban, berÂasal dari senjata yang bagus. Namun di persidangan, senjata yang ditunjukkan macet.
“Soal kaliber peluru, menurut Mu’nim, yang di tubuh korban itu kalibernya 9 mm. Senjata yang dijadikan barang bukti adalah revolver 038 spesial. Menurut ahli senjata, peluru 9 mm tidak mungÂÂkin pakai revolver. KonÂtraÂdiksi ini tidak dipertimÂbangÂkan,†katanya.
Mengenai penyitaan barang bukti, yang pernah disita hanya anak peluru dan celana jeans Nasrudin dan serpihan peluru di mobil. Tapi, mobil yang diguÂnaÂkan tidak dilakukan pemeriksaan foÂrensik. Selain itu, baju korban juga tidak diketahui keberÂadaÂannya karena tidak dijadikan barang bukti.
“Tidak mungkin kan almarhum bertelanjang dada. Baju tak tahu di mana. Di persiÂdangan, kami pernah minta, tapi suatu ketika jaksa Cirus sibuk cari baju itu. Kata dia, baju tidak dibaÂwa, dan ternyata tidak pernah disita. Ini kejanggalan dalam proÂses,†katanya.
Periksa Saksi Ahli Bukan Porsi KYBenjamin Mangkoedilaga, Pengamat Hukum Bekas Hakim Agung, BenÂjaÂmin Mangkoedilaga menilai Komisi Yudisial (KY) tidak daÂlam porsinya untuk memanggil saksi ahli guna mendalami duÂgaÂan pelanggaran etik yang diÂlakukan majelis hakim yang meÂnangani perkara pemÂbuÂnuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin ZulÂkarnain.
“Setahu saya, pemanggilan saksi ahli itu untuk persidangan. Yang berhak melakukan itu ialah majelis hakim. KY seÂbaÂgai lembaga pengawas perilaku hakim, kurang pas memanggil saksi ahli untuk mengorek peÂlangÂgaran etik,†katanya.
Menurut Benjamin, KY kuÂrang memahami esensi perilaku hakim. Sehingga, katanya, KY perlu mendefinisikan ulang peÂngertian perilaku hakim. “Yang namanya perilaku itu sikap atau bahasa inggrisnya attitude. Nah, jadi kewenangan KY haÂnya seÂbatas penilaian peÂrilaku haÂkim. Jadi, tak menyentuh sama seÂkali proses persidangan, apaÂlagi keÂputusan persiÂdangÂan,†ucapÂnya.
Benjamin kemudian menÂconÂtohkan hal-hal apa saja yang termasuk dalam kategori peÂriÂlaku hakim. “Misalnya, seÂorang hakim mengadakan pertemuan di restoran dengan terdakwa, atau kumpul kebo, bisa juga meÂnerima suap atau tidur saat meÂmimpin sidang. Nah, itulah yang dinamakan perilaku, jadi bukan hal-hal yang meÂnyangkÂut seputar persidangan,†tandasnya.
Meski begitu, dia menamÂbahÂkan, para hakim yang memÂberikan hukuman 18 tahun penÂjara kepada bekas Ketua KPK Antasari Azhar, sebaiknya siap untuk dimintai keterangan. “Apabila ternyata ada indikasi kuat seorang hakim melanggar kode etik dan profesionalitas, saya kira mau tidak mau hakim itu harus bersedia dan diizinkan unÂtuk diperiksa KY. Soal terÂbukti atau tidaknya, biar nanti secara terbuka KY yang memÂperÂtanggungjawabankannya,†tandas Benjamin.
Selain itu, menurutnya, apaÂbila hakim tidak memasukkan satu fakta dalam pertimbangan, bukanlah masalah karena sudah menjadi kewenangan hakim. TaÂpi dengan catatan, fakta itu tidak signifikan. “Itu nanti KY yang menemukan,†ujarnya.
Dukung KY Periksa Saksi AhliSyarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding mendukung langkah Komisi Yudisial (KY) meminta keterangan saksi ahli untuk menelusuri dugaan pelangÂgaran etik para hakim yang menangani perkara pemÂbuÂnuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin ZulÂkarnain.
“Saya yang duduk di Komisi III DPR juga merasakan ketiÂdakprofesionalan majelis hakim yang menangani kasus pemÂbuÂnuhan dengan terpidana AnÂtasari Azhar ini. Seharusnya, majelis hakim lebih teliti dan tidak mengabaikan bukti-bukti yang telah disampaikan saksi ahli,†katanya.
Kejanggalan yang dirasakan Sudding misalnya keterangan saksi ahli forensik dari UniÂverÂsitas Indonesia (UI) Munim IdÂris mengenai senjata atau peluru yang ada di tubuh korban. “Juga ada pesan SMS dari Antasari yang tidak dapat dibuktikan, baju korban yang tidak ditunÂjukkan, penyerahan jenazah korban kepada Dr Mun’im yang sudah dipoles, keterangan Rani yang disebut saksi kunci tapi tidak mau diserahkan penyidik ke perlindungan LPSK,†urainya
Sudding menilai, sejumlah bukti yang disebutkan di atas ada yang diabaikan. Tentunya, kata dia, harus dibuktikan lewat pemeriksaan oleh KY, apakah benar hakim mulai dari pengaÂdilan negeri sampai MA meÂlakukan penyimpangan.
“Kalau ada yang menyimÂpang, segera rekomendasikan ke MA untuk diberikan sanksi teÂgas. Saya mendukung langÂkah KY ini demi terciptanya perÂadilan yang jujur dan berÂintegritas di negara kita,†tuturnya.
Sudding menambahkan, apa yang dilakukan KY saat ini tiÂdak bertentangan dengan fungsi dan kewenangan sebagai lemÂbaga yang mengawasi perilaku haÂkim. “Ini kan untuk meÂneÂlusuri, apakah hakim meÂlaÂkukan pelanggaran atau tidak, marÂtabat hakim di Indonesia harus terus dijaga. Saya lihat KY tidak menyentuh putusan perÂsidangan. Jadi, saya minta KY tetap lanjutkan pemerÂikÂsaan ini,†tandasnya.
[RM]