Berita

Antasari Azhar

X-Files

Pengacara Antasari Azhar Dikorek Komisi Yudisial

Setelah Tuding Hakim Tidak Profesional
SELASA, 19 APRIL 2011 | 06:47 WIB

RMOL. Komisi Yudisial (KY) mendalami dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen dengan terpidana bekas Ketua KPK Antasari Azhar.

KY telah memanggil tim penga­cara Antasari, Maqdir Ismail untuk menggali informasi dugaan pelanggaran tersebut. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar mem­be­narkan pemanggilan tersebut. “Ta­di, yang datang itu Maqdir Is­mail bersama dua pengacara lain­nya,” katanya, kemarin.

 Menurutnya, KY mendapat bukti indikasi pelanggaran pro­fe­sionalisme majelis hakim perkara An­tasari dari tingkat pertama sam­pai kasasi. Bukti itu ialah pe­ng­abaian keterangan ahli balistik dan forensik, serta baju korban yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. “Itu yang ka­mi anggap janggal, sehingga ka­mi menilai ada pelanggaran pro­fesionalisme,” tandas bekas Direktur LSM Indonesian Legal Roundtable (ILR) ini.


Asep menambahkan, pemerik­sa­an yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB itu, dilakukan tiga orang yang tergabung dalam tim pa­nel perkara Antasari. “Tim pa­nel terdiri dari Suparman Mar­zu­ki, Taufiqurrahman Syahuri dan Jaja Ahmad Jayus. Sekitar dua jam mereka menggali informasi dari Maqdir,” katanya.

Pasca menghadirkan Maqdir, lanjut dia, KY berencana me­mang­­gil saksi ahli forensik dan ahli balistik pada minggu depan. “Ka­rena hakim diduga meng­abai­kan temuan ahli forensik dan balistik,” ucapnya.

 Namun, Herri Swantoro, Ke­tua Majelis Hakim kasus Antasari di pengadilan tingkat pertama, eng­gan berkomentar mengenai lang­kah KY tersebut. “No com­ment,” kata Herri seusai me­mim­pin sidang kasus Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin.

 Herri pun hanya tersenyum ke­tika ditanya mengenai ke­siap­annya dipanggil Komisi Yudisial. Di­kawal polisi, dia terus berjalan me­nuju ruang kerjanya di lantai dua PN Jakarta Selatan.

Berbeda dengan Herri yang tak banyak bicara, pengacara Anta­sa­ri Azhar, Maqdir Ismail menilai ha­kim tidak profesional dalam me­nangani kasus ini. “Seperti yang dikatakan pihak MA, pu­tusan itu sepenuhnya kewe­nang­an hakim. Itu betul. Tapi, karena ha­kim menggunakan kewe­nang­annya tak sesuai fakta, maka tidak profesional,” tandasnya.

Berdasarkan catatan tim pe­nga­cara, terdapat tujuh fakta per­si­dangan yang tidak diperhatikan hakim. Padahal, lanjut Maqdir, fakta ini berkaitan langsung de­ngan inti perkara yang bisa me­nga­rah kepada pembunuh Nas­ru­din. Pertama, SMS ancaman dari Antasari terhadap Nasrudin yang dijadikan bahan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam persidangan, menurut Maq­dir, SMS tersebut bukan ber­asal dari ponsel Antasari ber­da­sarkan keterangan saksi ahli tek­no­logi. “Tapi, hakim meng­abai­kan dan tetap menggunakan keterangan saksi yang mengaku pernah melihat SMS ancaman tersebut,” tandasnya.

 Kedua, keterangan saksi ahli senjata Roy Haryanto yang atlet tem­bak dan pernah sekolah khu­sus senjata di Colorado, Amerika Serikat. Menurut Maqdir, saksi me­ngatakan, senjata yang dija­dikan barang bukti kasus itu rusak dan macet, sehingga jika digu­na­kan untuk menembak, tidak akan mengenai sasaran.

Ketiga, sambung Maqdir, Roy me­ngatakan bahwa untuk me­la­ku­kan penembakan dengan ta­ngan satu dan sambil berjalan, dibutuhkan petembak profesional yang sudah belajar menembak dengan ribuan peluru. Sedangkan pe­nembak Nasrudin yang se­karang ini dihukum, masih amatir dan hanya belajar satu dua kali menembak. “Jadi, tidak mungkin mereka melakukan penembakan itu,” tandas Maqdir.

 Keempat, menurut Maqdir, ahli forensik Rumah Sakit Cipto Ma­ngunkusumo Mun’im Idris me­nyatakan, mayat Nasrudin su­dah dimanipulasi dan peluru yang ditemukan berkaliber 9 mm.

Sedangkan Nasrudin dianggap meninggal setelah ditembak meng­­gunakan pistol jenis re­vol­ver kaliber 3,8 mm.

 Kelima, tim pengacara sempat meminta baju korban dihadirkan dalam persidangan, tapi sampai akhir tidak dibawa ke pengadilan.

Menurutnya, baju korban perlu diteliti untuk membuktikan, apa­kah penembakan dilakukan dari jarak jauh, dekat atau melalui peng­halang. Dalam kasus ini, korban didalilkan jaksa ditembak dari luar menembus kaca mobil yang ditumpanginya.

Namun, pengacara Antasari ber­asumsi, penembakan berasal dari dalam mobil sendiri, se­hing­ga mesiu pasti melekat di baju tersebut. “Untuk membuk­ti­kan­nya, baju itu sudah hilang. Itu yang kami sesalkan,” ucapnya.

 Keenam, hal ganjil dalam persidangan terdakwa Sigit Har­yo Wibisono. Menurut Maq­dir, hal ganjil itu adalah Sigit me­re­kam pembicaraannya dengan An­tasari. Pengacara memper­tan­ya­kan motif Sigit, karena dari re­kaman itu terkesan dia aktif ber­bicara mengenai rencana pem­bunuhan, seakan-akan berupaya menjebak Antasari.

 Ketujuh, Rani Juliani yang me­nurut Maqdir sengaja di­pa­sang Nasrudin sebagai umpan men­jebak Antasari di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan. Sebab, saat itu Rani masuk ke ka­mar Antasari seraya membawa re­kaman dan ponsel yang ter­hu­bung ke ponsel Nasrudin. “Se­betul­nya Rani bisa mengungkap siapa dalang semua ini,” tandas Maqdir.

Berharap KY Bergerak Cepat
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono meminta Ko­misi Yudisial (KY) mem­per­cepat pengumpulan bukti-bukti dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim kasus pem­bunuhan Nasrudin Zulkarnaen, dengan terpidana Antasari Azhar.

Menurut Rindoko, menin­dak­lanjuti suatu dugaan itu lebih baik ketimbang KY diam di tempat. “Di tengah kondisi peradilan kita yang masih carut marut, sangat perlu lembaga ad hoc melakukan gebrakan-geb­rakan yang sifatnya ingin meningkatkan kinerja mereka,” katanya.

 Dia menambahkan, jika ter­bukti ada pelanggaran, hakim yang bersangkutan bisa dipecat. “KY bisa merekomendasikan ke­pada Mahkamah Agung untuk memberhentikan mereka dengan tidak hormat. Saya rasa ini hukuman yang pas untuk memunculkan efek jera, jika memang terbukti,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPR ini.

Menurut Rindoko, bukan tidak mungkin hakim mela­ku­kan pelanggaran seperti itu ka­rena sisi moralitas yang buruk atau mendapat tekanan dari pihak luar.

Rindoko pun melontarkan ke­curigaan kepada Cirus Sina­ga, jaksa kasus Antasari. Dia me­nyatakan tidak percaya begitu saja kepada Cirus yang me­ngaku tak tahu ada rekayasa kasus Antasari. “Cirus itu se­mua anggota Dewan sudah ta­hu. Dia itu pandai bersilat li­dah,” katanya.

 Rindoko menambahkan, se­orang jaksa bisa melakukan lobi-lobi khusus dengan jaksa lain yang menangani suatu perkara. “Kalau itu yang terjadi, inilah yang dinamakan mafia hukum masuk pengadilan. Apapun dihalalkan asalkan me­nang perkara. Saya harap KY bisa melihat perkara ini dengan mata terbuka dan nyali besar un­tuk membongkarnya,” ucap­nya.

Menilai KY Terburu-buru
Hasril Hertanto, Pengamat Hukum
 
Ketua harian LSM Ma­sya­rakat Pemantau Peradilan In­do­nesia (MaPPI) Hasril Hertanto menilai, Komisi Yudisial (KY) terkesan terburu-buru mem­be­rikan pernyataan mengenai du­gaan pelanggaran kode etik majelis hakim kasus pem­bu­nuhan Nasrudin Zulkarnaen de­ngan terpidana Antasari Azhar.

Dia khawatir, pernyataan yang terburu-buru itu akan me­nim­bulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. “Kami ingin KY menjadi lembaga yang independen. Kalau begini, seakan-akan KY lebih me­mihak kepada kubu Antasari. Pa­dahal, KY harus bisa melihat permasalahannya secara de­tail,” kata dia.

 Â­Makanya, Hasril me­nya­ran­kan KY untuk menghentikan dulu proses pengkajian perkara ini. “Kita tahu bahwa Antasari akan mengajukan PK dalam waktu dekat. Nah, per­ta­nya­an­nya, kenapa KY baru me­lak­sa­nakan pemeriksaan ini se­karang, Bukankah laporan itu masuk ke KY sudah lebih dari satu tahun,” ucapnya.

 Jika ingin dinilai indepen­den, dia menyarankan KY se­gera berkoordinasi dengan Ba­dan Pengawasan Hakim di Mah­­­kamah Agung untuk men­jadikan perkara tersebut lebih kompleks dan nyata. “Jadi, yang diumumkan nanti bukan lagi dugaan, tetapi sudah bentuk nyata ada pihak-pihak yang melanggar. Yang terjadi saat ini, baru sekadar dugaan,” kata do­sen hukum Universitas In­do­nesia ini.

 Jika tidak, menurut Hasril, KY menciderai independensi per­adilan di Indonesia. Inde­pen­densi, lanjut dia, merupakan se­buah keniscayaan untuk meng­hadirkan peradilan yang bersih. “Kita ingin agar pene­lusuran KY tidak dijadikan alat oleh segelintir orang untuk meng­intervensi per­adilan. Me­ngingat, pihak An­tasari akan mengajukan PK. Jadi, biarkan proses PK itu berjalan de­ngan sen­dirinya tanpa ada in­tervensi da­lam bentuk apapun,” sar­an­nya.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya