RMOL. Bekas pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan akan kembali duduk sebagai terdakwa di pengadilan. Dakwaan untuknya kali ini adalah menyuap Kepala Rutan Brimob Kelapa Dua, Komisaris Polisi Iwan Siswanto.
Pihak kejaksaan akhirnya meÂnyaÂtakan berkas perkara terÂsangÂka Gayus mengenai dugaan suap kepada Iwan telah lengkap atau P 21.
Berbeda dengan dua kasus seÂbelumnya, kali ini Gayus akan disidang di Pengadilan Tindak PiÂdana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, bukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PeÂngadilan Negeri Jakarta Timur.
“Hari ini berkasnya P21. KaÂreÂna lokasi kejadiannya di DeÂpok, wilayah Jawa Barat, berÂkasÂnya diajukan ke Pengadilan TiÂpiÂkor Bandung,†kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (KapusÂpenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad, kemarin.
Noor Rochmad mengatakan, piÂhaknya tengah menunggu keÂsiapan penyidik Bareskrim Polri melakukan pelimpahan tahap II, yakni penyerahan tersangka beriÂkut barang bukti. “Belum tahu kaÂpan. Masih menunggu kepoliÂsian,†katanya.
Dia menambahkan, berkas terÂseÂbut segera dilimpahkan jaksa peneliti Pidana Khusus Kejagung ke Kejaksaan Negeri Depok. “MeÂmang tidak ada target, tapi tenÂtu tidak dilama-lamakan. SeÂtelah dari Kejari nanti dilÂimÂpahÂkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung,†katanya.
Sedangkan untuk kaÂsus peÂmalsuan paspor yang juga diduga diÂlakukan Gayus, peÂnyidikannya masih berÂÂlangsung. “Tapi pemÂÂbuat pasÂpornya sedang diÂsidang di PN Jakarta UtaÂra,†kata Noor.
DiÂtamÂbahÂkanÂnya, kasus paÂsÂpor terÂgoÂlong pidana umum sÂeÂhingga diÂsidangkan di pengadilan biasa, seÂmentara kaÂsus penyuaÂpan maÂsuk kualifiÂkasi korupsi, dengan deÂmikian PeÂngadilan TiÂpikor yang akan meÂnanganinya.
Sebelumnya, kejaksaan telah meÂnyatakan lengkap berkas perÂkara dengan terdakwa Karutan MaÂko Brimob Kelapa Dua, DeÂpok, Kompol Iwan Siswanto terÂlebih dahulu. Bahkan, kasusnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada tangÂgal 1 April 2011 lalu.
Dalam dakwaan yang dibacaÂkan jaksa penuntut umum (JPU), Iwan menerima suap dari Gayus sebesar Rp 264 juta. Suap itu diÂbeÂrikan Gayus setelah Iwan memÂberikan izin keluar masuk sel tanpa prosedur sebanyak 78 kali sejak Juni 2010 sampai 5 November 2010.
Menurut JPU, awalnya Gayus tertarik pada perlakuan khusus yang diberikan Iwan kepada dua tahanan lain, yakni Kombes WilÂliardi Wizard dan Komjen Susno Duadji. Keduanya beberapa kali dapat keluar rutan.
Di ruang kerja Iwan, Gayus meÂÂminta perlakuan yang sama seÂÂperti keduanya. Gayus menÂjanÂÂjikan uang Rp 4 juta setiap mingÂgu dan Rp 50 juta setiap buÂÂlan. NaÂmun, Iwan meminta uang mingguan ditambah menÂjadi Rp 5 juta. “Gayus meÂnyeÂtuÂjui,†kata Koordinator JPU, Sila Pulungan.
Iwan lalu memberikan izin untuk keluar rutan setiap Jumat sore dan kembali ke rutan Senin pagi. Seperti diketahui, Gayus harus menghadapi sidang empat perkara korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setiap hari Senin dan Rabu.
Menurut JPU, Iwan memeÂrinÂtahkan delapan anak buahnya seÂcara bergantian mengawal dan meÂngantarkan Gayus ke tempat yang dituju. Begitu pula saat kemÂbali ke Rutan. Untuk keluar masuk, mereÂka menggunakan sepeda motor milik petugas atau dengan mobil yang telah diÂsiapkan Gayus.
Kuasa hukum Gayus, Hotma SiÂtompul belum bisa memberiÂkan komentar mengenai berkas kliennya yang dinilai sudah lengÂkap oleh Kejagung. Saat teleÂpon selulernya dihubungi, asistenÂnya yang meÂngangÂkat.
“Maaf, Pak Hotma seÂdang ada meeting, beÂlum bisa memÂberiÂkan koÂmentar. NanÂti akan saya sampaikan perÂtanyaannya,†katanya.
Mafia Besarnya Belum TerungkapAbdul Mukhti Fadjar, Pengamat Hukum Bekas Wakil Ketua MahkaÂmah Konstitusi (MK) Abdul MukÂhti Fadjar menilai, Gayus tiÂdak bekerja sendirian. BagiÂnya, Gayus merupakan suatu mata rantai yang belum bisa diungkap secara keseluruhan. “Perlu di
follow up lagi perkara Gayus ini. Ada mafia besar yang sesungguhnya,†katanya.
Dia menambahkan, hampir semua lembaga penegak huÂkum terjadi praktik sogok-meÂnyogok. Sehingga, instrumen hukum dalam negara ini menÂjadi lemah. “Saya sangat meÂnyaÂyangkan banyaknya instruÂmen hukum, mulai dari pemÂbentukan lembaga penegak huÂkum hingga dibuatnya undang-undang khusus tidak memÂpeÂngaruhi terjadinya praktik KKN,†katanya.
Menurut dia, sudah saatnya ada yang mempelopori pemÂbeÂrantasan mafia hukum sampai ke akarnya. Sehingga, wacana pemberantasan korupsi bukanÂlah retorika belaka. “Ya kita kan tahu, negara ini hukumnya haÂnya sebatas retorika, tidak ada bukti nyata. Padahal, jika retoÂrika disandingkan dengan keÂnyataan, pasti sangat bagus,†imbuhnya.
Guru besar Ilmu Hukum UniÂversitas Brawijaya Malang ini mengingatkan kepada seluruh lembaga penegak hukum tenÂtang arti penting sebuah keteÂgasan dalam mentaati instruÂmen hukum. “Karena pada daÂsarnya ketegasan bisa diartikan sebagai sebuah jalan untuk meÂnyikapi berbagai macam bentuk pelanggaran. Tak terkecuali perÂkara korupsi,†tandasnya.
Jika masyarakat dan lembaga penegak hukum mentaati insÂtruÂmen hukum yang telah ada, Mukhti optimis perkara semaÂcam kasus Gayus Tambunan, Cirus Sinaga dan Bahasyim Assifie tidak akan terjadi lagi. “Undang-Undang Tipikor suÂdah ada. Azas pembuktian terÂbalik pun juga ada, tapi mengaÂpa praktik korupsi tidak bisa hiÂlang,†tegasnya.
Terlebih, katanya, yang meÂrusak instrumen hukum itu iaÂlah penegak hukumnya. “BukÂtinya, sampai terjadi kasus beÂbasÂnya Gayus Tambunan dari rutan Mako Brimob. Ini kan yang merusak aparatnya senÂdiri, mereka yang seharusnya meÂnegakkan peraturan malah melanggar,†ucapnya.
Tamparan Keras Yang Memalukan Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR Bebasnya Gayus Tambunan keluar masuk dari rutan Mako Brimob beberapa waktu lalu meÂrupakan tamparan yang saÂngat memalukan bagi aparat peÂnegak hukum. Hal itu diteÂgasÂkan oleh anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat.
“Bagi saya ini tamparan yang lebih keras dan memalukan keÂtimbang perkara penyuapan GaÂyus kepada jaksa dan hakim Asnun itu. Kita tak mengira baÂkal terjadi peristiwa ini,†katanya.
Menurutnya, institusi kepoliÂsian harus “membenahi†jajaran Rutan Mako Brimob. Sehingga, perkara keluar masuknya GaÂyus tidak akan terjadi lagi.
“Yang dikhawatirkan ialah metode kaburnya Gayus ini ditiru para tahanan lainnya. DeÂngan memberikan sedikit uang kepada petugas rutan, sudah bisa menghirup udara segar,†imbuhnya.
Selain itu, Marthin juga meÂminta Panitia Kerja (Panja) MaÂfia Pajak dan Hukum DPR seÂgeÂra mengungkap ke hadapan masyarakat siapa saja oknum yang ikut bermain dengan GaÂyus. Soalnya, Marthin meraÂguÂkan jika Gayus
single fighter dalam melakukan aksinya.
“Banyak yang harus diungÂkap oleh Panja. Misalnya, siÂapa peÂtinggi Ditjen Pajak yang diÂduÂga ikut terlibat, peruÂsaÂhaÂan mana yang menyuap Gayus, keÂmudian siapa pula yang ikut berÂtanggung jawab dengan insiden kaburnya Gayus,†ujarnya.
Ditakutkan Marthin, Gayus menggunakan kekuatan uang untuk mengintervensi proses peradilan kasus suap Kepala Rutan Brimob ini. “Bukannya menuding, tapi sebaiknya sedia payung sebelum hujanlah,†katanya.
[RM]