RMOL. Ada dua kemungkinan mengapa isu-isu tentang Dewan Revolusi baik yang dilakukan oleh para purnawirawan jenderal dan kelompok Islam tiba-tiba ramai lagi mencuat di publik. Mungkin saja ada unsur kesengajaan untuk melumpukna gerakan perubahan yang nyata.
Kemungkinan pertama, kelompok-kelompok penggerak revolusi itu benar-benar ada. Banyak tokoh masyarakat yang tak puas dengan kinerja pemerintahan, sehingga ingin lakukan perubahan tapi dengan jalan kudeta dan makar.
"Tapi makar itu, saya kira, hanya bisa dilakukan kekuatan bersenjata. Kalau gerakan mahasiswa yang modalnya aksi massa dan spanduk tak bisa lakukan kudeta atau makar," ucap tokoh gerakan reformasi 98, Ahmad Kasino, kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 2/4).
Lagipula, gerakan mahasiswa dan pemuda, menurut aktivis Gerakan Indonesia Bersih ini, tidak sepakat bila ada kudeta dan makar yang dilakukan oleh elit politik lama atau kekuatan militer.
"Kita ingin lakukan perubahan tapi bukan oleh militer, dengan cara militer dan bersenjata. Kita butuh perubahan, tapi yang kita lakukan adalah menggerakkan rakyat untuk
people power," ucapnya.
Kemungkinan kedua, mengapa isu-isu itu menghangat adalah ada pihak yang ingin memecah belah konsolidasi mahasiswa, dan kalangan ulama yang saat ini mulai kritis terhadap pemerintah, termasuk juga kelompok punawirawan Jenderal TNI.
"Isu revolusi Islam atau Dewan Jenderal untuk membuat mahasiswa dan ulama ragu untuk membuat perubahan karena takut dituduh ditunggangi kepentingan lain," ungkapnya.
[ald]