Berita

negara gagal/ist

Adhie M Massardi

Dua Jenis Fundamentalisme Itu Semakin Berbahaya Karena Kepemimpinan SBY Pas-pasan

KAMIS, 31 MARET 2011 | 22:40 WIB

KITA tidak bisa memilah dan memilih mana yang lebih berbahaya, apakah fundamentalisme pasar atau fundamentalisme agama. Karena ancaman dan daya rusak kedua paham fundamentalisme ini bagi kelangsungan NKRI sama-sama luar biasa. Bisa menimbulkan perpecahan yang juga fundamental di antara sesama warga negara. NKRI bisa bernasib seperti Uni Sovyet atau negara-negara Balkan. Dengan kata lain bisa menggiring Indonesia menjadi negara gagal.

Di bawah pemerintahan Presiden Yudhoyono, terutama pada periode kedua sekarang ini, ancaman dari kedua jenis fundamamentalis itu, semakin nyata dan cengkeramannya sudah terasa di tengkuk kita. Karena kita tahu, Presiden Yudhoyono, yang leadership-nya sangat pas-pasan, ternyata juga tidak memiliki visi negarawan yang mumpuni. Bahkan ada kecenderungan menyediakan dirinya menjadi pintu masuk bagi dua kekuatan fundamentalisme tersebut, hanya demi mendukung kekuasaannya.

Kepemimpinan nasional yang lemah, yang secara moral legitimasinya sudah terkikis, terutama sejak berbagai kebohongannya diungkap oleh para pemuka agama, memang membuat bangsa ini menjadi semakin sulit melakukan perlawanan agar bisa keluar dari cengkeraman kedua kekuatan fundamentalisme tersebut.


Berbeda dengan fundamentalisme pasar yang perlawanannya harus dilakukan secara komprehensif oleh seluruh rakyat Indonesia, gerakan fundamentalisme agama yang menggunakan kekuatan teror oleh organisasi tertutup,  kewenangan negara (aparat kemanan) untuk memberantasnya sangat besar. Masyarakat hanya berfungsi sebagai pendukung dan pemberi informasi awal.

Tapi dukungan masyarakat inilah justru tantangan paling berat bagi aparat penegak hukum seperti Polri dengan Densus 88, atau pemerintah pusat yang sudah memiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pimpinan Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai, yang berada di bawah Menko Polkam.

Sebab meskipun bom teroris sudah meledak di mana-mana, sejumlah bom (buku) juga sudah ditebar di mana-mana dan telah menjadi ancaman yang nyata, sebagian besar anggota masyarakat masih bertanya-tanya: Apakah ini sungguh-sungguh perbuatan para teroris itu? Apa bukan skenario penguasa untuk mengalihkan isu?

Jadi dalam melawan teroris dari kelompok fundamentalisme agama, aparat keamanan kita juga harus berhadapan terlebih dulu dengan kenyataan pemerintahan yang sudah kehilangan kepercayaan (distrust) dari masyarakat. [arp]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya