RMOL. Sebelum reformasi pada era 1998 terjadi, krisis multidimensi sudah merasuki Indonesia. Dan ternyata, pergerakan reformasi sendiri salah arah karena agenda reformasi sendiri berjalan di rel liberalisme.
"Saat ini, produk dan kebijakan pemerintah dan DPR-nya neoliberal semua. Saat ini terjadi kegamangan karena ada krisis multi kompleks sejak Orde Baru dan itu tak selesai sampai sekarang," ujar tokoh politik nasional, Rachmawati Soekarnoputri, saat berdialog dengan Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 29/3).
Cita-cita proklamasi yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang intinya menciptakan kehidupan yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, menurut putri Bung Karno ini, adalah rel seungguhnya kebijakan pemerintah republik ini. Tapi, pada saat Orde Baru berkuasa cita-cita itu diporakporandakan.
"Lebih parah lagi ketika UUD diamandemen. Sudah, hancurlah. Kita mau bicara apa lagi? Karena krisis multikompleks itu tak selesai pada reformasi ini. Hanya masalah kulitnya saja yang dikupas, tapi jiwa bangsa dikoyak kayak begini dengan amandemen-amandemen," ujar eks Ketua Umum Partai Pelopor ini.
Berkaitan dengan krisis di segala bidang itu , Rachmawati sependapat dengan analisa para akademisi dan pengamat perpolitikan bahwa Indonesia sedang berhadapan langsung dengan ancaman negara gagal.
"Saya sependapat sekali dengan sinyalamen itu karena didukung fakta dan data. Kalau sudah begitu, kita mau bagaimana, solusinya apa, yaitu harus ada
political will kembali ke cita-cita proklamasi dulu, jangan bicara macam-macam," tegasya.
Menurutnya, pergantian pemimpin akibat ketidakefektiifan manajemen kepemimpinan hanyalah salah satu alternatif solusi krisis multidimensi.
"Itu hanya jadi salah satu alternatif. Tapi yang terpenting adalah konsep kenegaraan itu yang diperlukan. kalau aktornya tidak mengerti jiwa bangsa ini seperti apa, ya
podo wae, sama saja," ujarnya sambil tertawa.
[ald]