RMOL. Hari ini (Selasa 18/1), Mahkamah Konstitusi (MK) menjalankan sidang perdana uji materil tentang saksi meringankan yang diajukan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Yusril mengajukan pengujian Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) dan (4) serta Pasal 184 ayat (1) KUHAP untuk dinilai konstitusionalitasnya dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Yusril meminta Kejagung memanggil dan memeriksa empat saksi, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, Jusuf Kalla dan Kwik Kian Gie sebagai saksi yang menguntungkan dirinya. Permintaan Yusril itu ditolak Kejagung dengan alasan keempat orang tersebut tidak relevan dengan perkara dan tidak memenuhi syarat sebagai saksi.
Dalam sidang pleno perdana ini, empat ahli yang diajukan Yusril ialah Prof
Dr Eddy Siariej, pakar hukum acara pidana dari UGM, Dr. Mudzakkir pakar pidana dari UII, Dr Chairul Huda pakar pidana dari UMJ dan Dr Kurnia Toha pakar hukum acara pidana UI. Keempat saksi tegas menyatakan bahwa memanggil saksi yang menguntungkan yang diajukan tersangka adalah kewajiban Penyidik.
Dr Eddy Siariej, pakar hukum acara pidana dari UGM, Dr. Mudzakkir pakar pidana dari UII, Dr Chairul Huda pakar pidana dari UMJ dan Dr Kurnia Toha pakar hukum acara pidana UI. Keempat saksi tegas menyatakan bahwa memanggil saksi yang menguntungkan yang diajukan tersangka adalah kewajiban Penyidik.
Implikasi dari putusan MK nanti, jika sekiranya permohonannya dikabulkan, maka Kejagung tidak mempunyai pilihan lain, kecuali memanggil dan meminta keterangan SBY dan Megawati tentang perkara Sisminbakum yang menempatkan Yusril sebagai tersangka.
"SBY wajib menerangkan apakah biaya akses Sisminbakum sebelum tahun 2009 adalah PNBP atau bukan," kata Yusril dalam pernyataannya ke
Rakyat Merdeka Online, Selasa (18/1).
Sebab, menurutnya, SBY pernah menerbitkan empat Peraturan Pemerintah tentang PNBP yang berlaku di Kementerian Hukum dan HAM, yang semuanya tidak memasukkan biaya akses itu sebagai PNBP.
"Kalau SBY bersaksi dengan jujur seperti itu, maka tidak ada kerugian negara dan tidak ada unsur korupsi dalam perkara saya," kata Yusril.
Mahkamah Agung dalam putusan kasasi perkara Romli Atmasasmita, sebenarnya telah memutuskan demikian. Namun Kejagung hingga sekarang seakan menyepelekan putusan kasasi MA.
"Jadi, biarlah SBY yang menerangkannya langsung ke Kejagung, karena sesuai ketentuan Pasal 2 UU 17 /1997 tentang PNBP, yang menetapkan sesuatu itu PNBP atau bukan, bukanlah kewenangan Menteri Hukum dan HAM, tetapi kewenangan Presiden," tegasnya.
[ald]