RMOL. Hakim Konstitusi, Akil Muchtar menyesalkan langkah yang diambil mantan tim investigasi internal Mahkamah Konstitusi, yang melaporkan dugaan pemerasan oleh dirinya kepada Bupati Simalungun JR Saragih, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Pemerasan prosesnya tidak di KPK, harusnya diurus di Kepolisian," katanya kepada wartawan di Bumbu Desa Cikini, Jakarta (Minggu, 9/1).
Ia mengingatkan, dalam hukum, delik pemerasan setidaknya harus memenuhi unsur pemaksaan dan ancaman. Jika tidak ada, Kepolisian pun tidak bisa memprosesnya.
"Tapi sekarang kan prosesnya sedang jalan di KPK. Sebagai orang yang dipersonifikasi melakukan itu (pemerasan) saya
fairness saja," katanya.
Dalam undang-undang tindak pidana korupsi jelas menggolongkan, jika pegawai negeri memeras merupakan tindakan korupsi. Pasal 12 hurup e UU No. 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, menyebutkan 'pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseoraang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri...'
Untuk menyimpulkan, apakah suatu perbuatan termasuk korupsi dalam pasal 12 e ini, setidaknya harus memenuhi unsur-unsur; pegawai negeri atau penyelenggara negara, terjadi pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang, dan diketahui bahwa pemberian tersebut bukan utang.
[ono]