Berita

JAMINAN SOSIAL

DPR Kaji JPK Jamsostek Jadi Paket Komponen UMP

RABU, 01 DESEMBER 2010 | 12:22 WIB | LAPORAN:

RMOL. Bagi banyak pekerja Indonesia yang notabene berpenghasilan rendah dan di bawah Upah Minimum Regional (UMR), ada dua peristiwa yang kerap menguras seluruh sumberdaya rumah tangga dan menjadikannya jatuh miskin. Yaitu saat menghadapi keluarga yang sakit, sehingga mesti rawat inap di rumah sakit dan menjelang tahun ajaran baru, ketika seseorang mesti menyekolahkan putra-putrinya. Karena itu, tidak heran, isu kesehatan dan pendidikan menjadi isu seksi jualan dalam kampanye pemilihan umum kepala daerah.

Untuk isu pendidikan, pemerintah sedang melakukan berbagai upaya mengatasinya. Namun, terkait masalah kesehatan, ketenagakerjaan, pemerintah melalui UU Nomor 3/1992 sudah memberikan perlindungan dasar seperti Jamsostek. Sesuai Undang-Undang Nomor 3/1992, Jamsostek menjalankan perlindungan dasar jaminan sosial, yakni Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
           
Namun, sekalipun PT Jamsostek (Persero) sudah  gencar melakukan berbagai sosialisasi, sekaligus menggunakan berbagai instrumen pembiayaan yang “memaksa” perusahaan untuk menyertakan pekerjanya sebagai peserta, tapi  jumlah pekerjanya  masih didominasi peserta yang tidak aktif. Sampai dengan September 2010, peserta aktif Jamsostek mencapai 9,12 juta pekerja dan peserta tidak aktif 21,83 juta orang. Adapun jumlah perusahaan yang aktif mencapai 129.293 perusahaan dan yang tidak aktif 89.394 perusahaan.


Besarnya peserta tidak aktif Jamsostek dibandingkan peserta aktif tersebut membuat Dirut Jamsostek Hotbonar bertekad menggenjot institusi pengelola jaminan sosial itu dengan mengintrodusir langkah darurat atau force majeur  menambah kepesertaan Jamsostek.

‘’Kalau dilakukan cara-cara yang biasa, penambahannya tidak signifikan,’’ kata Hotbonar.

Di lain pihak, menjelang berakhirnya  tahun 2010 ini, dalam persoalan ketenagakerjaan dan rencana menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 15,38 persen menjadi Rp 1,29 juta per bulan. Namun rencana ini ditentang Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang berselisih angka di Rp 100 ribu. Peraturan Gubernur DKI menetapkan UMP sebesar Rp 1,29 juta per bulan. Namun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bertahan agar kenaikan UMP tahun 2011 hanya sebesar 7,15 persen atau sebesar  Rp 1,19 juta per bulan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi di Ibukota.

Untuk diketahui, selama ini komponen kebutuhan hidup layak selama ini digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum, dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang meliputi kebutuhan pangan 2100 kkal perhari, perumahan dan fasilitas sandang, kesehatan dan estetika serta aneka kebutuhan lainnya.

Praktisi ketenagakerjaan yang juga Ketua Federasi Pekerja BUMN, Abdul Latief Algaff, mengusulkan untuk mengatasi kebuntuan ini, sebaiknya asuransi kesehatan yang menjadi barang mewah bagi kalangan pekerja dimasukkan dalam paket pembentukkan komponen Upah Minimum Provinsi (UMP). Selama ini, menurut Latief, banyak perusahaan hanya menyertakan pekerjanya dalam tiga program JK, JKK dan JHT. Untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) banyak perusahaan tidak mengikutsertakan, padahal memberi manfaat besar terhadap perusahaan maupun pekerjanya. Besarnya iuran untuk JPK, lanjut Latief, hanya dibagi dua kategori, yaitu mereka yang masih bujangan membayar iuran tiga persen dan mereka yang sudah berkeluarga sebesar 6 persen dengan plafon upah maksimum Rp 1 juta.

‘’Karena itu wacana menyertakan JPK dalam upah komponen UMP sangat cocok. Karena rata-rata UMP kan berkisar Rp 1 jutaan. Jumlahnya hanya berkisar kenaikan Rp 30 ribu sampai 60 ribu dan pekerja sudah terbebas masalah kesehatan, karena akan ditanggung oleh Jamsostek dengan sistem arisan, jika sampai ada keluarganya yang menderita sakit,’’ kata Latief.

Apalagi, lanjutnya, langkah itu bisa menjadi sebuah terobosan karena mengikat perusahaan untuk patuh menyertakan pekerjanya dalam program Jamsostek, sehingga meningkatkan para pekerja di sektor formal yang berjumlah hampir 30 juta pekerja.

‘’Tapi komponen JPK dalam UMP ini mesti ditambahi klausul, bahwa jumlah  Rp  30 ribu atau 60 ribu dari komponen UMP buat yang berkeluarga langsung dicatatkan peserta program JPK Jamsostek oleh perusahaan pemberi kerja. Karena Jamsostek mensyaratkan keanggotaannya tidak boleh individual, tapi
mesti dikoordinir oleh perusahaan,’’ terang Latief.

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning mengungkapkan,  sejak aksi besar May Day yang dikenal sebagai hari buruh, pada 1 Mei 2010 lalu,  optimisme kalangan pekerja menggebu-gebu terhadap penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Semua itu, kata dia,  bisa dilihat dari aksi jalanan pekerja yang selalu menyelipkan isu-isu hangat SJSN dan tuntutan perusahaan masing-masing buat menyertakan dalam program Jamsostek. Berbagai aksi dan tuntutan jalanan seperti itu, jarang dijumpai dalam aksi-aksi jalanan pekerja yang digelar 2-3 tahun lalu.

Ribka sendiri menyambut baik usulan memasukkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dikeluarkan PT Jamsostek (Persero) untuk dijadikan  satu paket yang dalam komponen melengkapi pembentukkan  upah minimum provinsi (UMP) tahun 2011.
           
‘’Kita akan bicarakan dan mengkaji dengan instansi terkait agar program JPK dimasukkan sebagai komponen pelengkap upah minimum provinsi (UMP) sebagai alternatif mengurangi ketegangan yang ada dalam setiap pengkajian UMP diantara pengusaha dan pekerja,’’ katanya.

Pasalnya, berkaca dari tingginya pembiayaan kesehatan, dirasakan tidak mungkin para pekerja dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 1,2 juta bisa membiayai keluarganya jika mesti menderita sakit sampai di rawat, tanpa jatuh miskin. Dilain pihak, dia juga menilai selama ini kepatuhan pengusaha mengikutsertakan pekerja dalam program perlindungan sosial Jamsostek
masih rendah.

Berbeda dengan Ribka,  Ketua DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto, menolak usulan ini.

‘’Tidak bisa JPK dimasukkan dalam komponen UMP. Karena artinya hanya pengusaha yang membayar iuran, seharusnya iuran itu diberikan oleh pekerja dan pengusaha,’’ katanya.

Apalagi, lanjut Djimanto dengan dilibatkan buat  membayar iuran, para pekerja pun akan didik untuk menjaga kesehatannya dan hidup lebih teratur karena bertanggungjawab terhadap dirinya.

Selain itu, dia beralasan, banyak prosedur asuransi kesehatan Jamsostek yang dinilai kurang menarik karena mekanismenya masih berbelit-belit, seperti perusahaan mesti memberikan uang muka pada pekerja yang dirawat di rumah sakit. 

‘’Mestinya disederhanakan seluruh prosedur seperti dalam asuransi kesehatan swasta,’’ harapnya.
           
Menanggapi itu, Abdul Latief Algaff mengatakan, penetapan komponen JPK tidak berbenturan dengan ketentuan dan dimungkinkan dimasukkan dalam komponen UMP.

‘’Karena untuk JPK, tidak terkait ketentuan pekerja mesti mengiur, semuanya ditanggung perusahaan,’’ katanya.

Selama ini iuran program Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) besarnya mencapai 5,7 persen, dimana 2 persen merupakan iuran dari pekerja dan 3,7 persen iuran dari perusahaan. Tapi untuk program JPK, diberikan terpisah di luar ketiga program tersebut.

 â€˜â€™Kalau dibilang  prosedur yang berbelit, sebenarnya masalah mekanisme saja karena menyangkut jumlah pekerja jutaan. Tapi, intinya bermanfaat meningkatkan produktivitas bagi pekerja dan perusahaan, karena keduanya memperoleh manfaat pasti, terutama dalam perlindungan kesehatan. Bukan membiarkan pekerja dalam pengobatan alternatif yang tidak terukur dan terjamin penyembuhannya karena tak memiliki uang,’’ katanya.[yan]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Menhut Kebagian 688 Ribu Hektare Kawasan Hutan untuk Dipulihkan

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14

Jet Militer Libya Jatuh di Turki, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Tewas

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05

Profil Mayjen Primadi Saiful Sulun, Panglima Divif 2 Kostrad

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46

Nutrisi Cegah Anemia Remaja, Gizigrow Komitmen Perkuat Edukasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41

Banser dan Regu Pramuka Ikut Amankan Malam Natal di Katedral

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33

Prabowo: Uang Sitaan Rp6,6 Triliun Bisa Dipakai Bangun 100 Ribu Huntap Korban Bencana

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11

Satgas PKH Tagih Denda Rp2,34 Triliun dari 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43

Daftar 13 Stafsus KSAD Usai Mutasi TNI Terbaru

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36

Prabowo Apresiasi Kinerja Satgas PKH dan Kejaksaan Amankan Aset Negara

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35

Jelang Malam Natal, Ruas Jalan Depan Katedral Padat

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34

Selengkapnya