RMOL. Selama perhelatan Asian GaÂmes XVI/2010 Guangzhou, ChiÂna, pemerintah setempat terus meÂlaÂkukan pembenahan untuk meÂmanjakan para anggota peÂserÂta yang berasal dari berbagai negara.
Selain, mempercantik kota dengÂan berbagai macam bunga di sepanjang jalan, mereka juga menÂsterilkan kota dari para peÂngemis. Padahal, kota ketiga terÂbesar di China itu memiliki presÂtasi tertinggi untuk soal peÂngeÂmis. Bahkan, masyarakat sekitar menÂjadikan pengemis sebagai profesi.
Kini, saat perhelatan empat taÂhuÂnan digelar, kota yang diÂjaÂdiÂkan pusat industri itu kini terÂbeÂbas dari peminta-minta. PanÂtauan Rakyat Merdeka, kota Guangzhou, mulai dari Bandara InÂternasional Baiyun sampai ke veÂnue-venue Asian Games nyaÂris tidak terlihat pengemis. BahÂkan, jangan heran di tempat-temÂpat keramaian seperti terminal, staÂsiun, pasar dan jalan-jalan lainnya tidak bakal dijumpai.
Pasalnya, pemerintah China suÂdah menginstruksikan seÂbeÂlum dan selama perhelatan Asian Games melarang para pengemis unÂtuk beroperasi. Untuk menÂsterilkannya, mereka mengeÂraÂhÂkan ribuan kepolisian untuk menÂjaga para pengemis yang biaÂsa beroperasi disudut-sudut koÂta. Para polisi berseragam itu hitam-hitam itu, berjaga-jaga siang dan malam.
“Biasanya di sini para peÂngeÂmis sangat ramai, namun seÂbeÂlum perhelatan Asian Games, meÂreka tidak ada. Mereka takut diÂrazia oleh pihak kepolisian,†kaÂta Windy Kelvin, anggota voÂluntir asal Indonesia pada RM.
Meski sudah disterilkan, naÂmun pemandangan masih terÂliÂhat di Wihara Da Fo Tample yang terletak di Beijing Lu. SeÂgeÂromÂboÂlan pengemis tampak terÂlihat di depan gerbang masuk ruÂmah ibadah dengan menÂdahÂkan kedua tangannya kepada paÂra pengunÂjung yang keluar dan masuk.
Hilangnya para pengemis, oleh pemerintah digantikan para voÂluntir atau relawan yang berÂtuÂgas memberikan informasi paÂda para pengunjung yang lewat. Mereka berseragam hitau dan ditempatkan di berbagai tempat strategis seperti terminal, staÂsiun, hotel, bandara dan tempat-tempat keramaian.
Mau tidak mau, wisatawan asing harus menggunakan baÂhaÂsa tarzan atau rimba yaitu bahasa peÂraga, termasuk saat romÂbongÂan wartawan Indonesia meÂnaÂnyaÂkan salah satu prasasti berÂsejarah.
[RM]