Berita

Gandeng Mitra Strategis KKA Apa Bisa Disehatkan?

Membedah BUMN-BUMN Yang Merugi (5)
KAMIS, 18 NOVEMBER 2010 | 00:42 WIB

RMOL.PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) beranggapan dengan menggandeng mitra strategis merupakan solusi jitu untuk bisa menyehatkan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) yang sedang mengalami kerugian besar.

Hanya saja solusi itu masih dira­gukan keampuhannya, ka­rena PT KKA sendiri mengaku per­lu 12 tahun baru bisa melunasi semua utang yang ditanggung­nya.

Untuk diketahui dalam catatan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT KKA pada quartal ketiga tahun ini meng­alami kerugian mencapai Rp 46,223 miliar

“Hasil kajian kami sudah se­lesai. Intinya kami akan meng­usulkan mereka untuk cari mitra strategis. Sama seperti dulu Se­men Kupang,” kata Direktur PPA, Boyke Eko Wibowo Muki­jat, kepada Rakyat Merdeka, di Gedung Kementerian BUMN, di Jakarta, Selasa lalu.

Menurut Boyke, sampai saat ini pihaknya terus membahas permasa­lahan KKA bersama komite restrukturisasi bentukan Kemen­terian BUMN. Hanya saja, untuk saat ini pihaknya be­lum dapat me­mastikan apakah usulan tersebut akan diterima atau tidak, sehingga belum bisa direaliasasikan.

“Usulan ini sedang kami ajukan ke komite restrukturisasi karena mereka yang akan mem­per­tim­bang­kan apakah hasil ini akan dita­warkan kepada Menteri BUMN, atau tidak. Kepu­tusan­nya ada di tangan menteri,” jelasnya

Saat disinggung mengenai besaran dana yang dibutuhkan KKA untuk melakukan restruk­tu­risasi, Boyke, belum mau mem­berikan keterangan. “Saya belum bisa bilang. Masak tuan ru­mah­nya belum memutuskan, saya sudah bocorkan. Tabu ngeduluin. Jadi jangan percaya dengan nilai yang beredar sekarang. Saya tidak pernah bilang angkanya segitu,” ujarnya.

Seperti diberitakan restrukturi­sasi PT KKA konon mengha­bis­kan dana tidak kurang dari  60 juta dolar AS. Selain itu, pada tahap awal, PPA juga telah me­nyediakan dana talangan sebesar Rp 125,72 miliar yang digunakan untuk kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan KKA pertengahan tahun ini. Dari 800 orang karyawan, kini KKA hanya memiliki 115 karyawan yang bertugas menjaga kondisi pabrik agar tidak rusak.

Presiden Direktur PT KKA, Abdul Aziz Pasza menegaskan, lem­baganya bisa bisa menjalan­kan bisnis dan membayar hu­tang­nya. “Jika dioperasikan kembali, KKA pasti bisa memberikan keuntungan,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, September lalu.

Menurut Abdul, perhitungan tersebut merupakan hasil analisis PT Danareksa Research Institute terkait rencana pemerintah meng­operasikan kembali KKA melalui Kerjasama Operasi (KSO).

Mesin di KKA, lanjutnya, masih bisa beroperasi secara nor­mal dengan kapasitas pro­duksi 125.000 ton per tahun. Se­men­tara, harga rata-rata kertas semen saat ini adalah 900 dolar AS - 1.000 dolar AS per metrik ton (MT). Artinya, potensi penda­patan yang bisa masuk ke KKA sekitar 112,5 juta dolar AS- 125 juta dolar AS per tahun.

“Ini hanya bisa memenuhi 70 persen dari kebutuhan kertas semen nasional. Dengan laba bersih sekitar 10 persen. Setiap inves­tor bisa mencapai laba inves­tasi atau return of invest­ment (ROI) sekitar 16 persen,” ujarnya.

Dikatakan Abdul, tak hanya itu, mereka juga menjanjikan bisa mengembalikan seluruh utang KKA dalam 12 tahun. Setelah itu, KKA bisa lepas dari sistem KSO. “Selanjutnya, pemerintah bisa menjualnya dengan harga yang lebih bagus,” ucapnya.

Oleh karena itu Abdul berharap DPR menyetujui rencana peme­rintah untuk mengoperasikan kembali KKA. Sebab, bila di­likuidasi, biaya yang dikeluarkan malah jauh lebih banyak. Saat ini utang KKA mencapai Rp 691 miliar. “Utang ini belum ter­masuk pinjaman dana re­struk­turisasi dari PT PPA,” jelasnya.

“Sebaiknya Dilikuidasi Saja”

Aria Bima, Wakil Ketua Komisi VI DPR

Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima mengaku khawatir, bila PT Kertas Kraft Aceh (KKA) direstrukturisasi justru akan membenani keuangan negara, mengingat kerugian yang dideritanya sangat besar.

“Dengan situasi sekarang, mungkin sebaiknya KKA dilikuidasi saja. Sebab kalau dire­strukturisasi, takutnya ha­nya akan membuang biaya. Karena tidak ada jaminan bisa berkembang. Anggap saja ini sebagai sebuah kesempatan menyederhanakan BUMN-BUMN yang ada. Toh BUMN kita sudah sangat banyak” katanya, kemarin.

Aria menjelaskan, selama ini yang menjadi masalah pokok KKA adalah kesulitan bahan baku, yang sampai saat ini belum teratasi. Dengan kondisi tersebut akan sia-sia saja kalau Kementerian BUMN hanya sekadar menyuntikan dana untuk restrukturisasi.

“Jadi kalau cuma diberikan modal supaya beroperasi kem­bali, saya takut itu nggak akan banyak membantu. Sebab sela­ma pengadaan bahan baku belum teratasi, masalah seperti ini kemungkinan bisa berulang lagi,” ujarnya.

Menurut politisi PDIP ini, bila pemerintah merasa KKA masih bisa diselamatkan, maka sebaik­nya diberikan perhatian dan penanganan yang ekstra untuk bisa bangkit lagi. “Jangan sam­pai dana yang dikucurkan menjadi sia-sia. Paling tidak KKA bisa berkembang sehingga ada peluang bisa diakusisilah,” ucapnya.

Aria berjanji, setelah reses dirinya pasti akan mengusulkan kepada pimpinan Komisi VI DPR untuk memanggil Kemen­te­rian BUMN dan PT KKA un­tuk menjelaskan upaya pe­nye­lesaian apa saja yang selama ini telah dilakukan.

“Menjadi Pilihan Yang Terakhir”

Sri Adiningsih, Pengamat Ekonomi UGM

Pengamat Ekonomi dari Uni­versitas Gadjah Mada, Sri Adi­ningsih mengatakan, li­kuidasi harus dijadikan pilihan terakhir dalam menangani BUMN-BUMN yang merugi, seperti PT Kertas Kraft Aceh.

“Sebaiknya menjadi pilihan yang terakhir. Kita pikirkan berbagai alternatif lain, kalau memang benar-benar dianggap tidak bisa, baru dilikuidasi,” katanya, kemarin.

Sri memahami, situasi peru­sa­haan yang telah berhenti ber­operasi sejak tahun 2007 itu cukup gawat karena masalah ba­han baku. Meski begitu hal itu ti­dak serta merta langsung dilakukan likuidasi.

Menurutnya, masih ada lang­kah yang bisa di coba, misalnya memprivatisasi BUMN. De­ngan mem­buka BUMN tersebut untuk ber­kerja sama dengan swasta, atau perusahaan asing, dirinya op­timis masih ada peluang untuk membangkitkan bisnis KKA.

“Ada beberapa BUMN, se­perti Hotel Indonesia yang su­dah diprivatisasi. Hasilnya cu­kup memuaskan. Jadi kenapa tidak dicoba saja. Toh kita ting­gal membuat aturan yang me­mastikan kalau saham mayo­ritasnya tetap milik peme­rintah,” cetusnya. [RM]


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya