RMOL. Periode 2004-2009, Kejaksaan Agung mengklaim telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 4,7 triliun. Uang itu diperoleh dari penyidikan kasus korupsi di jajaran Pidana Khusus.
Menurut Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan AguÂng, Babul Khoir Harahap, aset negara itu antara lain diperoleh dari perkara pengusaha Darianus Lungguk (DL) Sitorus berupa tanah seluas 47.000 hektar senilai Rp 3,76 triliun.
Kemudian, pengembalian aset eks Golden Key Group milik Edi Tansil dan kasus Kedubes RI di Bangkok, Thailand. “Kita sudah selamatkan juga uang negara dengan menjual aset dari Golden Key Group tersebut,†tandasnya.
Dia menambahkan, pada peÂriÂode 2009, uang negara yang diÂselaÂmatkan Korps Adhyaksa juga meliputi penyitaan aset berupa tanah dan bangunan tahun 1997 dan 1999 senilai RP 29 miliar, dan mesin kantor hasil penilaian tim antar departemen tahun 1999 senilai Rp 7,5 miliar. “Itu sudah termasuk aset Golden Key Group senilai Rp 31 miliar,†ujarnya.
Babul menandaskan, pada 2009, penyelamatan uang negara yang paling besar berasal dari aset Golden Key Group, perÂusaÂhaan milik buronan kelas kakap Edi Tansil. Tercatat, selain aset seÂnilai Rp 31 miliar, setiÂdakÂnya ada uang tunai sebesar 2.882 doÂlar AS atau sekitar Rp 20 juta diÂtambah 18.000.000 dolar AS atau seÂkitar Rp 180 miliar. “Kalau dilihat datanya memang seperti itu,†ucapnya.
Sekadar mengingatkan, Edi Tansil membobol Bank PembaÂngunan Indonesia (Bapindo) pada 1993, sehingga negara rugi seÂÂkiÂtar Rp 1,3 triliun. Namun, Edi kaÂbur dari Lembaga PeÂmasÂyaÂraÂkaÂtan (LP) Cipinang, JaÂkarta Timur.
Babul menyatakan, uang pada periode 2009 telah diserahkan kepada negara. Kejaksaan, lanÂjutnya, berkomitmen tidak meÂngÂÂulur-ngulur waktu untuk meÂnyerahkan uang itu ke kas negaÂra. “Kami mempunyai tangÂgung jawab untuk menyerahkan uang tersebut ke kas negara,†katanya.
Melihat kenyataan itu, Kepala Biro Humas Kementerian KeÂuangan, Yudi Pramadi belum bisa menilai apakah kinerja Kejaksaan Agung dalam menyelamatkan keuangan negara itu sudah lebih baik atau belum. “Menurut saya relatif, jika pengembalian keÂuangan negara misalnya Rp 100 juta, sementara kerugian negara Rp 1 miliar itu kan belum bisa dikatakan sukses,†ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Berbeda dengan Yudi, Kepala Biro Hukum Kemenkeu Indra Surya menilai, kinerja kejaksaan sudah cukup bagus dalam meÂlakukan pengembalian uang ke kas negara dari hasil tindak piÂdana korupsi. “Mereka cukup baÂgus kok. Kami sangat mengÂharÂgai setiap prestasi orang maupun lembaga menyangkut kepentiÂngan negara dalam memberikan tambahan bagi APBN secara efektif,†kata Indra.
Hanya saja, Indra berharap, Korps Adhyaksa dapat meningÂkatkan kemampuannya mengemÂbalikan uang negara hasil dari tindak pidana korupsi.
Soalnya, pengembalian uang tersebut sebagai salah satu sarana yang baik untuk perekonomian Indonesia. “Saya harap kejaksaan bisa lebih baik,†ucap dia.
Gurita Mafia Begitu KuatDadan Umar, Kepala Litbang Universitas TrisaktiKinerja Kejaksaan Agung mengeksekusi aset buronan kakap Edi Tansil dinilai sudah mentok. Perburuan aset ini, diyakini mengalami kendala karena kelemahan aparat peneÂgak hukum menghadapi gurita mafia hukum yang begitu kuat. Demikian pendapat Ketua Litbang Universitas Trisakti Dadan Umar, kemarin.
Menurut dia, pola penyitaan atau eksekusi aset milik buroÂnan di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapÂkan. Persoalannya, selama ini aksi para pembobol duit negara melibatkan kelomÂpok atau jaringan mafia.
Saking hebatnya jejaring mafia hukum itu, diduga juga mÂeÂlibatkan oknum aparat huÂkum itu sendiri. “Dengan asumÂsi ini, maka pengembalian aset neÂgara yang digondol buronan seperti Edi Tansil menjadi sulit,†ujarnya.
Apalagi, lanjut Dadan, Edi Tansil sudah lebih dulu meÂlariÂkan uang hasil kejahaÂtannya ke bank-bank di luar negeri atau negara yang tidak punya kerÂjasama bilateral dengan IndoÂnesia.
Jadi, singkatnya, sebelum ada prosedur hukum atas buronan ini, yang bersangkutan sudah lebih dulu menyelamatkan aset-asetnya ke luar negeri. “Inilah yang makin menambah sulit perburuan dan penyitaan aset tersebut,†tandasnya.
Untuk itu, diperlukan langÂkah kongkrit dan upaya keras jajaran Kejaksaan Agung dalam menindaklanjuti perburuan aset para buronan pembobol duit negara seperti ini. “Dibutuhkan keseriusan dan koordinasi inÂtenÂsif antar departemen. KaÂreÂna efek atas hal ini sudah meÂnyaÂngkut kredibilitas negaÂra,†ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Edi Tansil membobol Bank PemÂbaÂÂngunan Indonesia (BapinÂdo) pada 1993, sehingga neÂgara rugi seÂÂkiÂtar Rp 1,3 triliun. NaÂmun, Edi kaÂbur dari LemÂbaga PeÂmasÂyaÂraÂkaÂtan (LP) Cipinang, JaÂkarta Timur.
Minta Kejaksaan Lebih GiatDidi Irawadi Syamsudin, Anggota Komisi III DPRKejaksaan Agung diminta lebih giat mengejar aset negara yang dicolong para koruptor, karena jumlah yang didapatkan Korps Adhyaksa pada 2004-2009 belum bisa dikatakan maksimal. Soalnya, jumlah kerugian negara akibat korupsi pada periode itu bisa melebihi Rp 4,7 triliun. Demikian pandangan anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsudin.
“Sebetulnya, Kejaksaan Agung bisa mendapatkan lebih dari itu jika mereka benar-benar melaksanakannya dengan baik,†kata anggota Fraksi Partai Demokrat DPR ini, kemarin.
Kendati begitu, menurut Didi, upaya Kejagung dalam mengembalikan uang negara patut dihargai. Hanya saja, dia mengingatkan, harus dilihat pula aspek-aspek penyelamatan uang negara itu. “Caranya, apakah pengembalian uang itu sudah ada dalam neraca kas negara. Kemudian, harus dilihat seluruh eksekusi putusan terhadap terpidana yang lari. Bagaimana dengan aset-asetnya itu,†katanya.
Politisi Demokrat ini berÂharap, ke depan, kejaksaan mesti maksimal memberantas kasus korupsi, termasuk menaÂngkap para pelakunya yang kabur. “Kita bisa ambil contoh kasus Edi Tansil, dimana asetÂnya telah diamankan akan tetapi pelaku utamanya belum ditanÂgkap hingga saat ini,†ujarnya.
Menurut Didi, penyelamatan uang negara jika tidak dibaÂrengi hasil yang memuaskan, yakni menindak tegas korupÂtor, maka kasus seperti ini belum tuntas penanganannya. “Berarti masih ada yang tersisa dari kasus korupsi tersebut,†tambahnya.
Didi pun menyarankan KeÂjakÂsaan Agung untuk melaÂkukan pembenahan. MaksudÂnya, menurut dia, mengubah sisÂtem di kejaksaan dan mengÂubah perilaku orang-orang kejaksaan, khususnya dalam menangani kasus. “Jadi citra KeÂjaksaan Agung sebagai lemÂbaga penegak hukum dapat dijaga kualitasnya dengan baik,†katanya.