RMOL. Menjadi masalah besar kalau anggota DPR sampai tidak tahu anggaran studi banding atau biaya yang dikeluarkan Sekjen DPR untuk membiayai kunjungan kerja mereka ke luar negeri.
Hal itu dikatakan Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan, saat mengisi diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (23/10). Komentar Yuna untuk menanggapi pengakuan anggota Komisi X Reni Marlinawati yang tak pernah tahu berapa anggaran yang dikeluarkan saat ia bepergian ke Afrika Selatan dengan dalih pembahasan RUU Pramuka.
"BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) yang menyusun anggaran termasuk anggaran perjalanan luar negeri telah membagi jatah tiap alat kelengkapan termasuk dalam pembahasan RUU berapa besar alokasi. Kalau tak tahu berapa berarti ada masalah. Karena BURT ini yang terdiri dari anggota Dewan, mereka perwakilan fraksi dan komisi seharusnya bisa tersebar infonya," tegas Yuna.
Yuna mengatakan pula, agenda studi banding DPR terkesan bagi-bagi jatah. Jadi tak heran semua pimpinan DPR, fraksi baik koalisi maupun oposisi sepakat.
"Jatahnya ada di semua alat kelangkapan di DPR BURT, BK, Baleg, Badan Akuntabilitas keuangan negara. Tiap komisi diberikan jatah 1-3 negara, dari komisi I-XI," jelasnya.
Kemudian, di tiap pembahasan RUU selalu ada jatah Rp 1,7 miliar untuk tiap pembahasan RUU dan studi banding ke luar negeri.
"Dan untuk pimpinan DPR dapat jatah Rp 15 miliar dan boleh membawa istri," ungkapnya.
Dalam catatan Fitra, tren kunjungan kerja ke luar negeri ini pun luar biasa peningkatannya. Pada 2008, digunakan alokasi anggaran senilai Rp 71,2 miliar. Pada 2009, membuang anggaran Rp 78,6 miliar. Yang fantastis, pada 2010 anggaran naik dua kali lipat menjadi sekitar Rp 170 miliar.
Yuna mengambil contoh kasus, anggaran untuk kunjungan kerja delapan anggota Badan Kehormatan ke Yunani hari ini sebesar Rp 1,5 miliar.
"Kalu dikonversi ke jaminan kesehatan akan bisa mengobati 25 ribu orang miskin. Dimana sensitivitas anggota Dewan?", tegasnya.
[ald]