RMOL. Kalau Jaksa Agung Hendarman Supandji tak juga mau mengundurkan diri, maka Presiden bisa saja memberhentikan Hendarman. Bukan diberhentikan dengan hormat, melainkan diberhentikan dengan tidak hormat.
Menurut Pasal 22 UU Kejaksaan, alasan Presiden untuk memberhentikan Jaksa Agung dengan hormat dari jabatannya hanyalah apabila Jaksa Agung itu meninggal dunia, sakit rohani dan jasmani terus menerus, minta berhenti, atau berakhir masa jabatannya.
Pendapat ini diutarakan mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mehendra, dalam pernyataannya yang diterima Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 18/9).
"Saya ini sejalan dengan qaul qadim (pendapat lama) Denny Indrayana sebelum menjadi Staf Khusus Presiden SBY, ketika mengomentari pemberhentian Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh pada tanggal 7 Mei 2007," terang tersangka kasus Sisminbakum ini.
Nah, agar kejadian terhadap Hendarman tidak terulang lagi kepada Jaksa Agung yang baru nanti, dalam mengangkat pengganti Hendarman, Presiden harus secara tegas menyebutkan sampai kapan Jaksa Agung yang baru itu akan memangku jabatannya. Sebaiknya, disebutkan masa jabatannya akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2014, saat berakhirnya jabatan SBY sebagai Presiden.
"Inipun harus ditambah dengan ketentuan, bahwa dalam tenggang masa jabatan itu, Presiden berwenang untuk mengganti yang bersangkutan sampai berakhir masa jabatannya," tegas Yusril.
Pencantuman masa jabatan itu, menurutnya, penting sebelum adanya revisi terhadap UU 16/2004, atau sebelum adanya tafsiran resmi Mahkamah Konstitusi tentang masa jabatan Jaksa Agung.
[ald]